Lintas Jenjang Pengawas Sekolah di Garut Dinilai Menyalahi Aturan

0
111
Sekretaris Jenderal Garut Education Watch (GEW), Sony Mulyadi Supriadi, S.Pd., M.M.

GARUT – Polemik penugasan lintas jenjang pengawas sekolah di Kabupaten Garut kembali mencuat dan memicu kegalauan di kalangan pengawas satuan pendidikan. Praktik tersebut dinilai bertentangan dengan ketentuan yang telah diatur secara tegas dalam Peraturan Bupati (Perbup) Garut Nomor 730 Tahun 2012 tentang Mekanisme Pengangkatan dan Penugasan Pengawas Satuan Pendidikan, yang hingga kini masih berlaku karena belum dicabut maupun digantikan dengan regulasi baru.

Kegalauan ini muncul seiring adanya perbedaan pandangan antara pengawas jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), khususnya terkait penugasan pengawas yang melintasi jenjang pendidikan yang belakangan terjadi.

Sekretaris Jenderal Garut Education Watch (GEW), Sony Mulyadi Supriadi, S.Pd., M.M., menegaskan bahwa Perbup Nomor 730 Tahun 2012 secara eksplisit mengatur bidang pengawasan berdasarkan jenjang satuan pendidikan, mulai dari TK, SD, SMP, SMA hingga SMK.

“Dalam Perbup sudah sangat jelas, pengawas satuan pendidikan ditugaskan sesuai dengan jenjangnya masing-masing. Tidak ada ruang multitafsir untuk penugasan lintas jenjang tanpa dasar hukum yang kuat,” tegas Sony di acara pelepasan purnatugas pengawas sekolah yang berlangsung di Kampung Sampireun, Jl. Raya Kamojang, KM 4, Sukakarya, Kecamatan Samarang pada Rabu (24/12/2025).

Ia menjelaskan, dalam Persyaratan Khusus Pasal 16 Perbup 730/2012 disebutkan bahwa untuk jenjang TK/SD, pengawas harus berasal dari guru TK/SD bersertifikat profesi dengan pengalaman kerja paling sedikit delapan tahun, atau kepala TK/SD bersertifikat profesi dengan pengalaman kerja paling sedikit empat tahun.

Sementara untuk jenjang SMP/SMA/SMK, pengawas harus berasal dari guru bersertifikat profesi dengan pengalaman kerja paling sedikit delapan tahun dalam rumpun mata pelajaran yang relevan, atau kepala SMP/SMA/SMK bersertifikat profesi dengan pengalaman kerja paling sedikit empat tahun.

Menurut Sony, praktik lintas jenjang pengawasan berpotensi menimbulkan persoalan administratif, tumpang tindih kewenangan, hingga berdampak pada penilaian kinerja pengawas itu sendiri.

“Jika dibiarkan, hal ini bisa merugikan pengawas secara profesional dan berdampak pada mutu pembinaan sekolah. Apalagi regulasi daerah ini belum dicabut, sehingga masih sah dan mengikat,” ujarnya.

GEW pun mendorong Dinas Pendidikan Kabupaten Garut untuk segera melakukan klarifikasi sekaligus penataan ulang penugasan pengawas agar selaras dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Selain itu, Sony menekankan pentingnya komunikasi terbuka antara para pemangku kebijakan dan pengawas sekolah agar setiap transisi kebijakan tidak menimbulkan kegalauan yang berkepanjangan.

“Penataan pengawas harus berlandaskan regulasi, bukan semata kebutuhan sesaat. Tujuan akhirnya adalah peningkatan mutu pengawasan dan kualitas pendidikan di Kabupaten Garut,” pungkasnya. ***Jajang Sukmana