Yudha Puja Turnawan Dukung Anak dari Keluarga Miskin Ekstrem Lanjut Sekolah di SMK Muhammadiyah Garut

0
64
Foto: tangkap layar.

GARUT — Upaya nyata untuk mencegah anak putus sekolah kembali ditunjukkan Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Garut yang juga Anggota DPRD Garut, Yudha Puja Turnawan. Pada Rabu, 16 Juli 2025, ia bersama sejumlah pihak mengantarkan Muhammad Rizki, remaja dari keluarga miskin ekstrem, mendaftar ke SMK Muhammadiyah Garut.

Turut hadir dalam momen tersebut Sekretaris Komisi IV DPRD Garut, Diah Kurniasari; Camat Garut Kota, Rena Sudrajat; serta Lurah Sukamenteri, Wijiyono. Mereka bersama-sama memberikan dukungan moril dan materiil agar Rizki bisa melanjutkan pendidikan menengah kejuruan meskipun telah melewati batas waktu pendaftaran.

“Alhamdulillah pihak SMK Muhammadiyah tetap berkenan menerima Rizki walau sudah melewati batas waktu. Ini bentuk kepedulian terhadap hak pendidikan setiap anak,” ujar Yudha.

Dalam kesempatan itu, Diah Kurniasari bergotong royong menanggung Dana Sumbangan Pendidikan, sementara Yudha membiayai kebutuhan seragam sekolah. Tak hanya itu, Diah juga berkomitmen membayar SPP Rizki selama masa sekolah, dan Camat Rena Sudrajat membelikan sepatu sekolah untuk Rizki.

Muhammad Rizki sebelumnya tercatat sebagai siswa SMKN 2 Garut, namun harus mengundurkan diri pada 16 Mei 2025 setelah dua semester karena keterbatasan ekonomi. Ia tinggal bersama keluarganya yang mengontrak di Kampung Bentar Hilir RT 02 RW 16, Kelurahan Sukamenteri, Kecamatan Garut Kota. Ayahnya bekerja sebagai pemulung, dan adiknya, Muhammad Revan, merupakan penyandang disabilitas yang juga memerlukan perhatian khusus.

“Ini bagian dari ikhtiar kita agar harapan Rizki tetap hidup, dan sekaligus upaya konkret untuk menekan angka putus sekolah di Kabupaten Garut,” tegas Yudha.

Menurut data, Angka Partisipasi Murni (APM) jenjang SMA di Garut hanya 60,04 persen. Artinya, sekitar 39,96 persen anak usia 16–18 tahun tidak melanjutkan ke SMA/SMK. Rata-rata lama sekolah di Garut pun masih rendah, yakni hanya 7,8 tahun.

Yudha menyoroti beberapa faktor penyebab rendahnya APM, seperti keterbatasan daya tampung SMA/SMK di Garut. Setiap tahun hanya tersedia sekitar 40 ribu kursi (33 ribu di sekolah negeri, 7 ribu di swasta), sementara lulusan SMP mencapai 52 ribu siswa. Sekitar 12 ribu siswa lulusan SMP pun tidak terserap ke jenjang berikutnya.

Selain itu, ia juga menyoroti kurangnya transparansi pengelolaan dana di sejumlah sekolah serta tingginya Dana Sumbangan Pendidikan yang kerap memberatkan orang tua siswa.

“Pemprov Jabar perlu segera menambah unit sekolah menengah atas negeri di Garut. Fasilitas sekolah juga harus ditingkatkan agar sekolah tidak membebani orang tua. Program CSR perusahaan-perusahaan di Jabar seharusnya diarahkan untuk mendukung sarana pendidikan ini,” tegasnya.

Yudha pun mengajak semua pihak untuk berkolaborasi demi memastikan tidak ada anak yang terhenti pendidikannya hanya karena alasan ekonomi.

“Ayo kita bergotong royong meningkatkan APM pendidikan menengah. Jangan sampai ada lagi yang putus sekolah,” pungkasnya. ***Jajang Sukmana