MERITOKRASI

0
33

Oleh: Yanuar Iwan-Guru IPS SMP Negeri 1 Cipanas Cianjur

Apabila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya (Rasulullah Nabi Muhammad SAW).

Meritokrasi berasal dari gabungan dua kata: “merit” dan “krasi” kata “merit” berasal dari bahasa latin “mereo” yang berarti keberhasilan, kelayakan atau prestasi, sedangkan “krasi” berasal dari bahasa Yunani Kuno “kratos” yang berarti kekuatan.

Istilah “meritokrasi” diperkenalkan pertama kali oleh Sosiolog Inggris Michael Young pada tahun 1958 dalam bukunya “_The Rise of the Meritocracy_”. Di mana ia mengacu pada sistem yang mengutamakan kecerdasan (IQ) dan usaha (Effort) sebagai dasar untuk memperoleh posisi atau jabatan dalam masyarakat.

Meritokrasi adalah sistem dan aturan yang menekankan pemberian posisi, penghargaan, atau peluang berdasarkan kemampuan dan prestasi individu. Tidak berdasarkan faktor lain seperti latar belakang sosial, politik, atau kekeluargaan. Sistem Meritokrasi mendasarkan diri kepada keadilan dalam penilaian (objektif) tanpa dipengaruhi oleh ikatan emosi. Penilaian dan penghargaan yang sesuai dengan kualitas kinerja seseorang.

Meritokrasi menjadi ide-ide yang diperjuangkan mahasiswa dalam gejolak reformasi 98. Meritokrasi sebagai hasil dialektika mahasiswa tidak mudah diterapkan dalam kehidupan sosial politik. Benturan dengan kebudayaan kolektivitas , ikatan persaudaraan, bahkan simpatisan politik yang berbuah upah politik menjadi kendala besar bagi penerapan Meritokrasi. Sastrawan dan budayawan Mochtar Lubis dalam bukunya Manusia Indonesia menyatakan bahwa ciri manusia Indonesia adalah berjiwa feodal dan watak karakternya lemah. Berjiwa feodal orientasi kepada posisi dan jabatan tertentu untuk mengambil keuntungan dan manfaat diri dan kelompoknya menyingkirkan demokrasi dan prinsip egalitarianisme (kesetaraan). Watak dan karakternya lemah berpikir, bersikap, dan berjiwa instant hasil adalah tujuan final tanpa ada keinginan untuk “bertarung”, bersaing dalam proses ketat dengan dasar kejujuran dan keadilan.

Prinsip-prinsip Meritokrasi:

  • Keadilan dalam penilaian berdasarkan kualitas, kompetensi, dan prestasi tanpa diskriminasi.
  • Penghargaan dan promosi yang diberikan secara profesional kepada yang layak.
  • Kesempatan yang sama bagi semua individu untuk meraih posisi sesuai kemampuannya.
  • Kompetisi secara sehat untuk mendapatkan posisi atau jabatan penting.

Beberapa bidang yang wajib Meritokrasi:

  • Dunia pendidikan, beasiswa dan penghargaan diberikan berdasarkan prestasi akademik.
  • Dunia kerja, dengan sistem promosi dan penghargaan berdasarkan kualitas kinerja karyawan
  • Pemerintahan dan layanan publik, melalui seleksi ketat Aparatur Sipil Negara dan berbasis kompetensi.

Sejarah telah membuktikan bahwa kemajuan peradaban suatu bangsa salah satunya ditentukan oleh penerapan sistem Meritokrasi seperti yang terjadi pada bangsa Yunani Kuno, Bangsa Tiongkok masa Dinasti Han, kemajuan peradaban Islam di masa Dinasti Ummayah dan Abbasiyah, Kekhalifahan Turki Utsmani dan di Asia Tenggara Singapura yang sejak 1971 konsisten melaksanakan prinsip-prinsip Meritokrasi. Sistem Meritokrasi akan mendorong efisiensi, produktivitas, dan inovasi. Dengan menempatkan seseorang yang paling kompeten pada posisi yang tepat dengan syarat pelaksanaannya harus didukung pengawasan dan transparansi agar berjalan adil dan bebas dari kolusi, korupsi, nepotisme.

Sudah saatnya setiap daerah di Indonesia dengan otonomi dan kewenangannya menerapkan sistem Meritokrasi melalui pelaksanaan tahapan seleksi “lelang jabatan” pada setiap pos birokrasi pemerintahan. Semoga Meritokrasi tidak disingkirkan oleh kepentingan-kepentingan berdasarkan politik dan ekonomi. (*)

Cisarua Bogor 19 Oktober 25.