Hari Pahlawan dalam Perspektif Dulu, Kini, dan Masa Datang

0
18

Oleh: Enang Cuhendi-Pengawas SMP Disdik Kab. Garut

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.” (Ir. Soekarno)

Pendahuluan: Hari yang Tak Pernah Pudar

Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Tanggal ini bukan sekadar angka dalam kalender, melainkan simbol perlawanan, semangat, dan keberanian yang menggetarkan hati bangsa. Di hari itu, tahun 1945, Surabaya menjadi saksi sejarah bagaimana rakyat Indonesia mempertahankan kemerdekaan dengan darah dan nyawa. Letupan semangat juang itu menembus batas zaman, dari masa lampau hingga kini, dan akan terus hidup dalam denyut nadi generasi masa depan.

Sejarah Hari Pahlawan: Api Revolusi dari Surabaya

Sejarah mencatat bahwa peristiwa 10 November 1945 di Surabaya merupakan salah satu pertempuran terbesar setelah Proklamasi Kemerdekaan. Pertempuran ini diawali dengan ketegangan antara pasukan Sekutu yang datang untuk melucuti senjata Jepang, namun dalam praktiknya berusaha kembali menguasai Indonesia. Insiden tewasnya Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby pada 30 Oktober 1945 memicu kemarahan pihak Inggris.

Pada 10 November 1945, Inggris melancarkan serangan besar-besaran ke Surabaya. Namun rakyat tidak gentar. Seruan Bung Tomo menggema di udara, membakar semangat pemuda dan rakyat:

“Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membuat secarik kain putih menjadi merah dan putih, maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapa pun juga!”

Pertempuran itu menelan ribuan korban, tetapi justru meneguhkan jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berani, rela berkorban, dan mencintai kemerdekaannya. Atas dasar itulah pemerintah menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan Nasional.

Makna dan Hakikat Hari Pahlawan

Hakikat Hari Pahlawan bukan sekadar mengenang mereka yang gugur di medan perang, tetapi meneladani semangatnya: keberanian, keikhlasan, dan tanggung jawab terhadap bangsa. Pahlawan bukan hanya mereka yang mengangkat senjata, tetapi juga mereka yang berjuang dengan ilmu, karya, dan integritas.

Ki Hadjar Dewantara pernah menegaskan: “Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah.”

Pesan ini mengingatkan kita bahwa perjuangan kini bukan lagi di medan tempur, melainkan di medan moral, pendidikan, dan kemanusiaan. Guru, kepala sekolah, dan pengawas pendidikan adalah “pahlawan peradaban” yang menyalakan api pengetahuan agar bangsa ini tidak terjatuh ke dalam kegelapan kebodohan dan ketidaktahuan.

Arti Penting Hari Pahlawan bagi Bangsa Indonesia Masa Kini

Dalam konteks kekinian, makna Hari Pahlawan harus ditafsir ulang agar tidak membeku dalam seremoni tahunan. Di era digital dan globalisasi, bentuk perjuangan berubah: bukan lagi melawan penjajahan fisik, tetapi penjajahan budaya, informasi, dan moral.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menjaga identitas dan karakternya. Menghormati pahlawan berarti menjaga nilai yang mereka perjuangkan—kemerdekaan, keadilan, persatuan, dan martabat manusia. Oleh karena itu, setiap guru yang membimbing murid dengan sepenuh hati, setiap siswa yang berjuang menuntut ilmu, dan setiap warga yang berbuat jujur dan adil sesungguhnya sedang memaknai Hari Pahlawan dengan caranya sendiri.

Sejarawan Sartono Kartodirdjo pernah menulis: “Perjuangan bangsa tidak pernah selesai, karena tantangan selalu berubah bentuk.”

Maka, pendidikan hari ini adalah ladang perjuangan baru yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

Relevansi Hari Pahlawan: Kini dan Masa Datang

Relevansi Hari Pahlawan di masa kini dan mendatang terletak pada nilai-nilai universal perjuangan: nasionalisme, solidaritas, dan tanggung jawab sosial. Generasi muda perlu memahami bahwa menjadi pahlawan tidak harus menunggu panggilan perang, tetapi cukup dengan memberi makna pada setiap tindakan kecil yang bernilai bagi bangsa.

Di masa depan, pahlawan adalah mereka yang:
1. Menjaga kelestarian lingkungan dari krisis iklim dan kerusakan alam,
2. Membangun inovasi teknologi untuk kesejahteraan bersama,
3. Melawan ketidakadilan sosial dengan moral dan ilmu,
4. Mendidik generasi dengan cinta tanah air dan etika global.

Oleh sebab itu, memperingati Hari Pahlawan harus menjadi momentum introspeksi dan motivasi untuk terus berbuat bagi kemajuan bangsa.

Penutup: Menyalakan Api Keberanian Baru

Hari Pahlawan bukanlah kisah masa lalu yang selesai dibaca, melainkan kitab perjuangan yang terus ditulis oleh generasi demi generasi. Api perjuangan 10 November tidak boleh padam, karena setiap zaman memerlukan pahlawan baru dengan cara perjuangan yang baru pula.

Semoga setiap insan pendidikan—guru, kepala sekolah, pengawas, dan peserta didik—menjadi bagian dari barisan pahlawan zaman kini: yang berjuang bukan untuk dikenang, tetapi untuk memberi arti. (*)