Oleh : Dr. Ajang Rusmana, M.Pd. *)
Kita tentu sudah sangat mafhum dengan ungkapan “setiap ada usaha mungkin ada hasil”. Hal ini menunjukkan bahwa kerja keras dan dedikasi akan memberikan hasil, meskipun hasilnya mungkin tidak selalu sesuai harapan awal. Peribahasa ini menekankan bahwa proses yang dijalani tidak akan menyia-nyiakan hasil dan setiap usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh akan membuahkan pembelajaran dan pengalaman berharga.
Termasuk pengalaman penulis bisa menginjakkan kaki di Bogotá, Kolombia merupakan salah satu dampak lain dari apa yang sudah dan sedang dilakukan seputar program Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) di lingkungan Dinas Pendidikan Kab. Garut. Walaupun bagi penulis bisa berangkat ke luar negeri dengan cost nol rupiah bukan tujuan akhir.
Mengimplementasikan PKRS tujuan utamanya sebagai ikhtiar penulis dengan konsekuensi dari jabatan yang melekat, yaitu meningkatkan kesehatan, mutu pendidikan, dan prestasi belajar di lingkungan satuan pendidikan melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), penekanan pada kesehatan reproduksi, serta pencegahan masalah kesehatan mental seperti bullying.

Kesempatan penulis bisa terbang ke Bogotá Kolombia merupakan apresiasi dari Rutgers Belanda, yaitu organisasi non-pemerintah (LSM) internasional yang berbasis di Belanda, berfokus pada kesehatan dan hak seksual dan reproduksi (SRHR). Melalui perwakilan Rutgers di Indonesia, yaitu Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) semua kegiatan tentang PKRS di Kabupaten Garut dipublikasikan berbagai media dunia.
Tepatnya tanggal 28 Oktober 2025, penulis berangkat dari Garut menuju Bandara Soetta Tangerang untuk selanjutnya terbang menggunakan pesawat KLM Royal Dutch Airlines. Sekira pukul 19.25 WIB pesawat yang penulis tumpangi terbang menuju Bogota dan akan transit di Kuala Lumpur Airpot (Malaysia) serta di Amsterdam Airport (Belanda). Estimasi perjalanan melintasi langit Asia, Eropa dan Samudra Atlantik ini sekaitar lebih dari 24 jam (tanpa dihitung lama waktu transit). Dan alhamdulillah tanggal 31 Oktober 2025 sekira pukul 18.10 waktu setempat tiba di Bogotá.
Setibanya di Bogotá, tujuan paling awal yang dituju yaitu Hotel Wyndham Bogota. Dinginnya suhu kota ini sekitar 110C, sehingga terasa menusuk tubuh walau sudah dibalut jaket tebal. Di hotel ini penulis menempati kamar 468 yang kebetulan satu kamar dengan seorang teman satu tim dari Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikdasmen RI.

Bogotá, Kolombia, berada pada ketinggian 2.600 mdpl di pegunungan Andes. Iklim yang tidak memiliki empat musim dengan suhu rata-rata 140C, dan dengan kondisi oksigen tipis. Sehingga bagi tamu pendatang bisa berdampak cukup serius yaitu sakit ketika bernafas, dan menjadikan bibir pecah-pecah.
Kondisi lain yang cukup merepotkan adalah tidak tersedianya sarana masjid di tempat-tempat umum. Mayoritas warga Bogotá, Kolombia, menganut agama Katolik Roma, menjadikannya agama mayoritas di Kolombia. Selain itu, terdapat populasi pemeluk agama lain, seperti Protestan, yang merupakan minoritas, serta agama-agama lain yang jumlahnya lebih kecil, termasuk Islam.
Dampak lainnya, penulis mengalami kesulitan ketika mencari makanan halal. Apalagi di negara ini halal food belum begitu populer keberadaannya. Maka satu-satunya cara memilih makanan adalah makanan kategori vegetarian. Tentu makanan ini didapat dengan cara membeli di restoran umum ataupun jatah yang disediakan panitia di tempat kegiatan.
Sejak tanggal 1 November 2025 berbagai pra-acara sudah digelar, walau acara inti dilaksanakannya sekitar tanggal 3-6 November 2025. Kegiatannya dipusatkan di 3 tempat yang berdekatan yaitu: Ágora Bogotá Centro de Convenciones, Hilton Bogotá Corferias, dan Hyatt Place Bogota Convention Center. Semua gedung yang disediakan sangat refresentatif dan mampu menampung peserta ribuan orang, dan senantiasa dijamin keamanannya oleh pihak Policía Metropolitana de Bogotá (Polisi Metro Bogot)
Sesuai jadwal yang dirancang, kegiatan pun berjalan sebagai mana mestinya. Kegiatan di luar menghadiri konferensi ICFP 2025 ini, penulis ingin mengeksplorasi budaya lokal seperti mengunjungi tempat bersejarah dan mencicipi kuliner khas (kuliner halal), bertemu dan berjejaring dengan peserta lain dari berbagai negara, serta melakukan perjalanan pribadi untuk menikmati pemandangan atau aktivitas lain di sekitar lokasi.
Yang menjadi ciri utama warga lokal adalah kebiasaan minum kopi. Hal ini disebabkan karena Kolombia adalah salah satu produsen kopi terbesar di dunia, berada di peringkat ketiga setelah Brasil dan Vietnam. Negara ini terkenal sebagai penghasil kopi Arabika berkualitas tinggi dengan rasa yang lembut, seimbang, dan kaya karena kondisi iklim dan geografisnya yang ideal, termasuk di pegunungan Andes. Budaya ngopi menjadi ciri khas warga Bogotá mulai anak-anak, remaja, dan orang tua. Tak heran, di setiap sudut kota tersedia tempat untuk minum kopi, mulai dari kopi di trotoar, kedai kopi, sampai kafe kopi mewah.


Budaya minum kopi di Bogotá, Kolombia, berfokus pada aspek sosial dan kualitas, di mana kopi adalah bagian penting dari pertemuan sehari-hari dengan keluarga dan teman. Waktu minum kopi tidak hanya terbatas pada pagi hari, tetapi juga sore dan malam hari, bahkan beberapa kedai kopi terkenal hingga kini. Minuman kopi tradisional di sana adalah tinto, mirip Americano tetapi lebih kecil, dan banyak kedai kopi menawarkan pengalaman otentik Kolombia.
Untuk membuat kopi ala Kolombia di Bogotá, metode paling umum adalah dengan menggunakan metode tetes drip menggunakan saringan kain atau kantong khusus. Caranya siapkan bubuk kopi Kolombia berkualitas, masukkan ke dalam saringan, lalu tuangkan air panas secara perlahan. Tetesan kopi akan ditampung dalam cangkir dan bisa dinikmati dengan sedikit gula jika suka.
Kegiatan lain yang penulis lakukan yaitu mengunjungi Plaza de Bolívar. Tempat ini merupakan salah satu alun-alun yang paling terkenal di Kolombia. Berlokasi di jantung kota Bogotá, alun-alun ini menjadi saksi bisu perjalanan sejarah bangsa Kolombia. Dibangun pada abad ke-16, Plaza de Bolívar awalnya berfungsi sebagai pusat perdagangan dan pemerintahan di era kolonial Spanyol. Nama “Bolívar” sendiri diberikan untuk menghormati Simon Bolívar, pahlawan nasional Amerika Latin yang berjasa dalam perjuangan kemerdekaan dari kekuasaan Spanyol.
Di sekitar Plaza de Bolívar, terdapat beberapa bangunan penting yang turut memperkuat nilai sejarah dari alun-alun ini, seperti Katedral Primada, Capitolio Nacional, Istana Keadilan, dan Balai Kota. Keberadaan bangunan-bangunan ini menjadikan Plaza de Bolívar sebagai pusat politik dan administratif, tidak hanya bagi Bogotá, tetapi juga bagi seluruh Kolombia.
Plaza de Bolívar telah menjadi lokasi sejumlah peristiwa penting dalam sejarah Kolombia. Pada abad ke-19, alun-alun ini menjadi tempat berbagai pembekuan dan aksi revolusioner. Momen yang paling dikenang adalah deklarasi kemerdekaan Kolombia dari Spanyol pada tahun 1810, yang diinisiasi oleh Simon Bolívar dan tokoh revolusi lainnya. Deklarasi ini menjadi titik balik bagi bangsa Kolombia dalam memperjuangkan kebebasan dan kedaulatan dari penjajahan.
Monumen Simon Bolívar yang berdiri tegak di tengah alun-alun menjadi simbol kebanggaan bagi masyarakat Kolombia. Patung ini tidak hanya mengenang perjuangan Bolivar, namun juga melambangkan semangat perlawanan dan keberanian rakyat Kolombia dalam menghadapi berbagai tantangan sejarah. Setiap tahunnya, Plaza de Bolívar menjadi lokasi upacara peringatan hari kemerdekaan, yang dihadiri oleh pejabat tinggi negara dan masyarakat umum.
Plaza de Bolívar tidak hanya menjadi pusat sejarah dan politik, tetapi juga berfungsi sebagai tempat berkumpulnya masyarakat Bogotá dan wisatawan dari berbagai penjuru dunia. Alun-alun ini selalu ramai dengan kegiatan sehari-hari, mulai dari pedagang kaki lima hingga acara-acara budaya yang sering digelar di sini. Banyak wisatawan yang datang untuk menikmati suasana khas Kolombia sambil menikmati keindahan bangunan bersejarah yang mengelilingi alun-alun.
Plaza de Bolívar bukan sekadar alun-alun biasa di tengah kota Bogotá, melainkan pusat sejarah, politik, dan kebudayaan Kolombia. Dengan bangunan-bangunan bersejarah yang mengelilinginya, plaza ini menjadi saksi bisu perjalanan panjang bangsa Kolombia dalam memperjuangkan kemerdekaan dan membangun negara yang lebih baik. Plaza de Bolívar juga menjadi tempat berkumpulnya masyarakat untuk berdiskusi dan menyampaikan aspirasi politik mereka.
Sebagai simbol kebanggaan nasional, Plaza de Bolívar terus bertahan di tengah arus modernisasi, menjaga nilai-nilai sejarah dan budaya yang dimilikinya. Plaza ini akan selalu menjadi bagian penting dari identitas Kolombia, mengingatkan kita akan perjuangan dan keberanian rakyat dalam menghadapi berbagai tantangan. Plaza de Bolívar tidak hanya menjadi tujuan wisata, tetapi juga tempat untuk merenungkan dan memahami perjalanan sejarah sebuah bangsa yang penuh warna.
Dari perjalanan yang penulis alami di Bogotá Kolombia, setidaknya bisa menyelami nilai budaya dan sejarah di kota ini. Nilai budaya minum kopi di Bogotá, Kolombia, mencakup identitas nasional, simbol persahabatan, dan kegiatan sosial. Kopi lebih dari sekadar minuman, melainkan bagian penting dari identitas Kolombia yang menyatukan orang-orang dan menciptakan ikatan sosial.
Plaza de Bolívar di Kolombia memiliki nilai sebagai pusat sejarah, politik, dan budaya yang sangat penting. Alun-alun ini adalah lokasi strategis dan simbolis di ibu kota, yang telah menjadi saksi banyak peristiwa bersejarah yang membentuk negara tersebut. Nilai utamanya terletak pada perannya sebagai jantung kota Bogotá yang ikonik.
Bogotá, 7 November 2025
*) Penulis adalah Kepala Seksi Kurikulum SMP Dinas Pendidikan Kab. Garut




































