Pagi itu, Kamis (16/10/2025), udara di sekitar Jalan Guntur, Kelurahan Pakuwon, Garut Kota, terasa berbeda. Di area parkir samping Ciplaz Garut, tepat di depan Mall Ramayana, bukan deru kendaraan yang mendominasi suasana, melainkan aroma sedap nasi goreng yang mengepul dari belasan wajan besar. Suara tawa, tepuk tangan, dan teriakan penyemangat terdengar bersahut-sahutan.
Hari itu, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Cabang Garut Kota menggelar Lomba Memasak Nasi Goreng Antarranting dalam rangka memeriahkan HUT ke-80 PGRI dan Hari Guru Nasional (HGN) ke-31. Mengusung tema “Bersama Ramayana dan Ciplaz, Wujudkan Prestasi Bangsa,” kegiatan ini berhasil menyulut semangat kebersamaan para pendidik dari 11 ranting yang ikut berpartisipasi.
Bukan hanya sekadar perlombaan memasak, tetapi juga panggung kreativitas dan silaturahmi antarguru. Setiap tim menampilkan gaya khas masing-masing — ada yang mengenakan seragam ala chef profesional, ada pula yang menambahkan sentuhan etnik dengan kain batik atau ikat kepala.
Ketua PGRI Cabang Garut Kota, Rahmat, S.Pd., tak bisa menyembunyikan rasa bangganya. “Kami ingin suasana peringatan HUT PGRI tahun ini lebih hidup. Melalui lomba ini, para guru bisa berkumpul, tertawa, dan saling menguatkan. Ini bukan soal menang atau kalah, tapi tentang kebersamaan,” ujarnya dengan senyum lebar.
Setelah proses penjurian yang cukup ketat, Ranting 4 akhirnya dinobatkan sebagai juara pertama, disusul Ranting 1 di posisi kedua dan Ranting 7 di urutan ketiga. Sementara Ranting 3 meraih Harapan 1, Ranting 17 Harapan 2, Ranting 5 Harapan 3, dan Ranting 9 keluar sebagai Juara Favorit.
Penilaian dilakukan oleh juri profesional dari Hotel Mercure Bandung, Master Yudo, bersama perwakilan PGRI Kabupaten Garut. “Kami menilai dari rasa, tampilan, dan kreativitas. Ranting 4 tampil menonjol karena berani berinovasi—memadukan cita rasa tradisional Garut dengan konsep modern. Itulah yang membuatnya istimewa,” ujar Yudo.
Menurutnya, para guru peserta lomba tak hanya pandai mendidik, tapi juga menunjukkan ketelatenan dan kreativitas dalam memasak. “Memasak itu sama seperti mengajar. Harus pakai hati. Kalau hati senang, hasilnya pasti terasa lebih nikmat,” katanya sambil tersenyum.
Menjelang siang, acara ditutup dengan tepuk tangan meriah, tertawa, dan berfoto bersama di depan panggung utama. Suasana kekeluargaan begitu terasa — seolah setiap butir nasi goreng yang tersaji membawa pesan sederhana: bahwa kebersamaan adalah bumbu utama dalam dunia pendidikan. ***Jajang Sukmana