Profil Guru Inspiratif: Aditya Ansor Alsunah, Sastrawan Sunyi Penggerak Literasi dari Garut

0
33

Di tengah geliat pendidikan yang menuntut kreativitas dan inovasi, nama Aditya Ansor Alsunah kian menonjol sebagai sosok muda yang memberi warna baru dalam dunia literasi Garut. Mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP IT Arrobbaniyah, MA Fauzaniyyah, dan SMK Fauzaniyah, ia tidak hanya tampil sebagai pendidik yang berdedikasi, tetapi juga dikenal luas sebagai penulis produktif dengan gaya melankolis yang khas.

Karya-karya Aditya banyak menggambarkan dunia percintaan, kesunyian hidup, dan perpisahan, tema-tema yang dekat dengan pergulatan batin kaum muda. Karena karakter tulisannya yang puitis, senyap, dan kontemplatif, masyarakat Garut menjulukinya sebagai sastrawan sunyi. Julukan tersebut hadir dari sensitivitasnya dalam merangkai kata hingga mampu menciptakan ruang renung yang lembut namun menghujam, seolah setiap kalimat dipungut dari hening yang paling dalam.

Ketika ditanya sejak kapan mulai mencintai dunia tulis-menulis, Aditya menuturkan bahwa kecintaannya tumbuh sejak masa remaja. Ia mulai menulis saat menempuh pendidikan di MA Al-Fatah Cikembang, dan merupakan lulusan angkatan 2016. Dari fase itu ia belajar memadukan rasa, nalar, dan pengalaman, hingga akhirnya menulis menjadi bagian penting dari perjalanan hidupnya.

Dalam profesinya sebagai guru, Aditya meyakini bahwa menulis di satuan pendidikan bukanlah perkara sederhana. Prosesnya menuntut energi, kesabaran, dan pendampingan yang konsisten. Ia menegaskan bahwa menjadi guru Bahasa Indonesia tidak cukup hanya mengajarkan teori menulis, tetapi harus menghadirkan praktik nyata yang terwujud dalam bentuk karya cetak—karya yang dapat dibaca, dipegang, dan dibanggakan peserta didik.

Pendekatan yang ia gunakan berlangsung secara sistematis: membaca contoh karya, menyusun gagasan, menulis draf, melakukan revisi, hingga merampungkan naskah final untuk diterbitkan. Cara ini terbukti efektif dalam membangun budaya literasi yang tumbuh dari bawah, bukan sekadar program formal semata.

Sebagai hasil nyata, lima buku antologi lahir dari kelas-kelas di MA Fauzaniyyah:

Kita dan Waktu (XII MIA 1), Kisah Tak Terlupakan (XII MIA 2), 3 Tahun Bukan Waktu yang Singkat Bukan? (XII IIS 1), Sahabat Seperjuangan (XII IIS 2), Cerita Kita Sebelum Lulus (XII IIS 3)

Sementara di SMK Fauzaniyah, tiga kelas bekerja sama menghasilkan buku prosa berjudul Album Kata, yang memuat kisah, kenangan, dan pengalaman remaja dari perspektif unik masing-masing penulisnya. Bahkan, beberapa siswa kini tengah menyiapkan karya tunggal yang akan segera menyusul untuk diterbitkan. Jejak ini menunjukkan bahwa literasi yang ia bangun bukan sekadar tugas sekolah, melainkan perjalanan batin yang menumbuhkan kepercayaan diri serta kemampuan berekspresi para pelajar.

Di luar ruang kelas, nama Aditya semakin dikenal melalui buku-buku solonya yang kini digemari generasi muda. Dua judul terbarunya yang terbit pada November 2025 “Aku Pernah Ada di Hatimu dan Pergimu Tak Pernah Kuinginkan “menjadi favorit di kalangan Gen Z. Kejujuran emosional dan nuansa melankolis yang melekat pada karya tersebut menjadikan pembacanya merasa dekat, seolah menemukan cermin dari perjalanan perasaan mereka sendiri.

Prestasinya di bidang pendidikan juga mendapatkan apresiasi dari pemerintah daerah. Pada momentum HUT PGRI 2024, Aditya menerima Penghargaan Guru Inspiratif Kabupaten Garut dari Bupati Garut. Penghargaan ini mempertegas kontribusinya sebagai pendidik yang tidak hanya mengajar, tetapi juga menggerakkan perubahan melalui literasi.

Dengan rekam jejak yang kuat, Aditya Ansor Alsunah bukan hanya seorang pendidik atau sastrawan melankolis. Ia adalah penggerak literasi yang menghadirkan keteladanan melalui karya dan konsistensi. Melalui dedikasinya, ia membuka ruang bagi generasi muda untuk mengenal kata sebagai tempat menyelamatkan diri, berefleksi, dan membangun masa depan dengan lebih bermakna. ***Inar Suminarsih, S.Pd.,M.Pd (Pengawas Sekolah Dinas Pendidikan Ka. Garut)