Deep Learning dan Revolusi Sikap Belajar: Menumbuhkan Interaksi Mencintai Ilmu di Era Digital

0
49

Oleh : Koni Kusnadi, S.Pd., M.Pd.

 

Abstrak

Deep learning dalam dunia pendidikan bukan sekadar pendekatan pembelajaran modern, tetapi merupakan pintu masuk menuju perubahan mendasar dalam cara peserta didik memahami, merasakan, dan menjalani proses belajar. Artikel ini mengangkat pentingnya membangun fondasi yang kokoh sebelum menerapkan deep learning, yakni menanamkan niat belajar dan cinta terhadap ilmu pengetahuan dalam diri peserta didik. Melalui pembahasan mendalam, artikel ini menguraikan dampak positif dari deep learning terhadap transformasi sikap belajar siswa, termasuk peningkatan berpikir kritis, kemandirian, literasi teknologi, dan sikap positif terhadap kegagalan. Tak kalah penting, strategi praktis yang dapat dilakukan guru dan kepala sekolah untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan menggugah semangat eksplorasi juga diuraikan secara aplikatif. Artikel ini menegaskan bahwa keberhasilan deep learning bukan hanya bergantung pada teknologi atau metode, melainkan pada kepemimpinan pembelajaran yang kuat dan upaya kolektif dalam menumbuhkan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan. Dengan demikian, deep learning dapat menjadi gerakan transformatif yang membentuk generasi pembelajar sejati di era modern.

 

Kata Kunci: Deep Learning, Transformasi Sikap Belajar, Ilmu Pengetahuan

 

Pendahuluan

Perkembangan teknologi yang pesat telah mendorong transformasi besar dalam dunia pendidikan, termasuk dalam pendekatan terhadap proses pembelajaran. Pemerintah melalui kebijakan Kurikulum Merdeka mendorong adopsi pendekatan deep learning atau pembelajaran mendalam sebagai strategi untuk menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna, relevan, dan kontekstual. Deep learning bukan sekadar pemindahan informasi dari guru ke siswa, melainkan proses pembelajaran yang menekankan pada pemahaman konseptual, analisis kritis, kemampuan refleksi, serta aplikasi pengetahuan dalam situasi nyata.

Namun, implementasi deep learning tidak dapat berdiri sendiri. Di balik keberhasilan pendekatan ini, terdapat peran sentral kepemimpinan kepala sekolah dalam mengorkestrasi perubahan paradigma pembelajaran di satuan pendidikan. Kepala sekolah dihadapkan pada tantangan untuk membangun budaya belajar yang mendalam di lingkungan sekolah, memberdayakan guru agar mampu menjadi fasilitator berpikir kritis, serta menciptakan iklim pembelajaran yang mendorong siswa untuk mencintai ilmu pengetahuan.

Polemik muncul ketika kepemimpinan kepala sekolah belum sejalan dengan tuntutan deep learning. Masih banyak kepala sekolah yang memfokuskan diri pada aspek administratif dan manajerial semata, tanpa menempatkan pembelajaran sebagai inti kepemimpinannya. Akibatnya, inovasi seperti deep learning hanya menjadi jargon kebijakan tanpa transformasi nyata di ruang kelas. Di sisi lain, tidak sedikit pendidik yang kesulitan menumbuhkan semangat dan niat belajar siswa karena kurangnya dukungan sistemik dari kepala sekolah, baik dalam bentuk pelatihan, sumber daya, maupun kebijakan sekolah yang mendukung pembelajaran transformatif.

Padahal, fondasi keberhasilan deep learning terletak pada adanya dorongan internal dari peserta didik untuk mencintai proses belajar. Niat dan rasa cinta terhadap ilmu tidak muncul tiba-tiba, melainkan harus ditanamkan secara konsisten melalui kepemimpinan pembelajaran yang berpihak pada siswa. Di sinilah kepala sekolah dituntut bukan hanya sebagai manajer, tetapi juga sebagai pemimpin pembelajaran yang visioner, inspiratif, dan mampu menciptakan ekosistem yang memerdekakan potensi peserta didik.

Artikel ini bertujuan untuk membedah lebih jauh bagaimana pendekatan deep learning dapat mengubah sikap belajar peserta didik, sekaligus menyoroti pentingnya kepemimpinan kepala sekolah dalam menumbuhkan ekosistem pendidikan yang mendukung pembelajaran bermakna dan berkelanjutan. Dengan menyandingkan keduanya—kepemimpinan pembelajaran dan pendekatan deep learning—pendidikan tidak hanya akan menghasilkan siswa yang cerdas secara kognitif, tetapi juga tangguh, reflektif, dan cinta pada proses belajar sepanjang hayat.

 

Pembahasan

1. Menanamkan Niat dan Cinta terhadap Ilmu sebagai Fondasi Deep Learning

Sebelum berbicara tentang transformasi pembelajaran melalui deep learning, kita perlu menyoroti aspek paling mendasar yang sering luput dari perhatian: niat belajar dan kecintaan peserta didik terhadap ilmu pengetahuan. Inilah fondasi utama yang menentukan berhasil atau tidaknya pendekatan pembelajaran mendalam. Dalam konteks ini, guru dan kepala sekolah memiliki peran strategis dalam membentuk kultur belajar yang berakar pada rasa ingin tahu, rasa memiliki terhadap proses belajar, dan penghargaan terhadap ilmu itu sendiri.

Guru sebagai fasilitator harus menciptakan suasana belajar yang memicu antusiasme belajar siswa. Sementara itu, kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran wajib membangun sistem dan kebijakan yang mendukung iklim sekolah yang humanis dan menginspirasi. Menumbuhkan motivasi intrinsik bukanlah hal yang instan, tetapi harus dipupuk melalui pengalaman belajar yang menyentuh aspek emosional, sosial, dan intelektual siswa secara utuh.

Ketika siswa belajar bukan karena kewajiban, tetapi karena cinta terhadap ilmu, maka deep learning bisa bertumbuh secara alami dan kuat.

 

2. Transformasi Sikap Peserta Didik melalui Deep Learning

Implementasi deep learning membawa dampak yang nyata terhadap perubahan sikap belajar siswa. Di era digital saat ini, pembelajaran tidak cukup hanya pada aspek pengetahuan deklaratif, tetapi harus sampai pada pemaknaan, refleksi, dan aplikasi.

a. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif

Dengan pendekatan mendalam, siswa tidak sekadar menerima informasi, tetapi ditantang untuk menggali informasi dari berbagai sumber, mengevaluasi kebenarannya, dan menyusunnya menjadi pemahaman yang lebih tinggi. Teknik data analysis seperti klasifikasi dan clustering bukan hanya alat dalam ilmu komputer, tetapi menjadi alat pikir untuk melihat pola, membuat keputusan, dan menyusun solusi terhadap masalah kompleks. Hal ini memupuk higher order thinking skills (HOTS) yang esensial dalam menghadapi tantangan abad ke-21.

b. Perubahan dalam Pendekatan Belajar

Siswa dalam lingkungan deep learning tidak lagi bersikap pasif. Mereka terbiasa dengan pembelajaran berbasis eksplorasi dan inquiry, di mana mereka sendiri yang menjadi penentu arah dan kecepatan belajarnya. Peran guru bergeser dari pemberi informasi menjadi fasilitator dan mentor. Sikap ini membentuk learner agency—siswa yang sadar, aktif, dan mandiri dalam mengelola pembelajarannya.

c. Peningkatan Motivasi dan Minat Belajar

Salah satu kekuatan deep learning adalah kemampuannya untuk menyesuaikan pembelajaran dengan minat dan kebutuhan siswa. Ketika siswa melihat relevansi antara materi pelajaran dengan kehidupannya, motivasi dan rasa ingin tahu akan tumbuh secara organik. Personalisasi pembelajaran ini sangat mungkin dilakukan dengan bantuan teknologi dan kurikulum yang fleksibel.

d. Sikap Positif terhadap Kegagalan

Deep learning mengajarkan bahwa kegagalan adalah bagian dari proses pembelajaran. Siswa belajar dari kesalahan, merevisi pemahaman, dan mencoba pendekatan baru. Ini memperkuat resiliensi dan menjadikan siswa lebih siap menghadapi dunia nyata yang penuh ketidakpastian. Mentalitas seperti ini sangat dibutuhkan dalam sistem pendidikan yang ingin melahirkan generasi tangguh dan inovatif.

e. Kemandirian dan Kesadaran Teknologi

Teknologi dan pembelajaran adaptif berbasis data menuntut siswa untuk membangun kesadaran terhadap penggunaan teknologi secara bertanggung jawab. Mereka tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga pemilik kendali atas proses belajarnya. Sikap ini menumbuhkan digital literacy dan kemandirian belajar yang akan berdampak jangka panjang.

 

3. Peran Strategis Guru dan Kepala Sekolah dalam Menumbuhkan Cinta Belajar

Transformasi pembelajaran mendalam tidak akan berhasil tanpa kepemimpinan yang kuat dan sistem pembelajaran yang mendukung. Kepala sekolah harus menjadi motor perubahan dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang memungkinkan deep learning berkembang.

a. Menciptakan Lingkungan Belajar yang Aman dan Nyaman

Rasa aman secara psikologis dan sosial menjadi prasyarat utama siswa dapat berpikir mendalam. Lingkungan yang bebas dari intimidasi, penuh apresiasi, dan memberikan ruang untuk berekspresi, akan melahirkan peserta didik yang berani mencoba, bertanya, dan mengemukakan ide.

Kepala sekolah perlu memastikan bahwa kebijakan sekolah mendukung ruang aman bagi pembelajaran. Ini mencakup kebijakan disiplin, budaya apresiasi, hingga manajemen konflik yang berpihak pada pertumbuhan siswa.

b. Menggunakan Metode Humanistik dan Interaktif

Guru perlu diberdayakan untuk menerapkan pendekatan humanistik dan kolaboratif dalam pembelajaran. Pembelajaran interaktif seperti diskusi kelompok, studi kasus, proyek kolaboratif, dan simulasi sosial menjadi wadah untuk pembelajaran mendalam yang menekankan keterlibatan emosional dan sosial siswa. Kepala sekolah harus memastikan adanya pelatihan berkelanjutan dan ruang refleksi bagi guru untuk terus berinovasi.

c. Kontekstualisasi Materi ke Kehidupan Sehari-hari

Ketika siswa merasa bahwa apa yang mereka pelajari memiliki arti dan kaitan langsung dengan dunia nyata, maka mereka lebih mudah untuk mencintai proses belajar. Oleh karena itu, guru harus mampu mengaitkan pembelajaran dengan isu-isu aktual dan pengalaman keseharian siswa. Kepala sekolah perlu mendukung integrasi ini melalui kebijakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang fleksibel dan relevan.

 

Penutup

Pendekatan deep learning bukan sekadar metode baru dalam proses belajar-mengajar; ia adalah transformasi paradigma yang menuntut kesiapan sistemik dari seluruh ekosistem pendidikan. Namun, seperti yang telah dibahas, keberhasilan pembelajaran mendalam tidak dapat dipisahkan dari fondasi utama: niat belajar dan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan. Tanpa dasar itu, deep learning hanya akan menjadi slogan kosong, terjebak dalam rutinitas teknis tanpa makna.

Dalam konteks ini, peran kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran menjadi sangat krusial. Kepemimpinan yang visioner, partisipatif, dan transformatif diperlukan untuk menciptakan kultur sekolah yang mendukung tumbuhnya motivasi intrinsik siswa dan kreativitas guru. Sayangnya, masih banyak kepala sekolah yang belum sepenuhnya menggeser fokus kepemimpinannya dari manajerial administratif menuju kepemimpinan pembelajaran yang sejati. Di sinilah polemik utama muncul—antara semangat kebijakan pendidikan yang mendorong deep learning dengan realitas di lapangan yang masih berkutat pada budaya pembelajaran lama.

Guru, sebagai aktor utama di kelas, harus difasilitasi dan didukung secara sistematis oleh kepala sekolah agar mampu menghadirkan pengalaman belajar yang humanistik, kontekstual, dan menggugah semangat eksplorasi siswa. Upaya menciptakan ruang belajar yang aman, menyenangkan, dan bermakna bukan tugas individu, tetapi tanggung jawab kolektif yang dimulai dari kepemimpinan di tingkat sekolah.

Dengan menanamkan cinta belajar sejak awal, serta mengembangkan sistem pembelajaran yang memberi ruang berpikir mendalam, maka deep learning bukan hanya akan mengubah cara belajar siswa, tetapi juga akan melahirkan generasi yang tangguh, kritis, adaptif, dan mencintai ilmu dalam arti sesungguhnya—yakni sebagai bekal hidup, bukan sekadar alat untuk ujian.

 

Daftar Pustaka

  • Brown, P. C., Roediger, H. L., & McDaniel, M. A. (2014). Make It Stick: The Science of Successful Learning. Harvard University Press.
  • Hattie, J. (2012). Visible Learning for Teachers: Maximizing Impact on Learning. Routledge.
  • Mezirow, J. (1997). Transformative Learning: Theory to Practice. New Directions for Adult and Continuing Education.
  • (2020). Teaching in Focus: Teaching in the Digital Age. https://www.oecd.org
  • Schmidhuber, J. (2015). Deep Learning in Neural Networks: An Overview. Neural Networks, 61, 85–117.

 

Penulis: Pengawas Sekolah Disdik Kab. Garut