GARUT – Lembaga Kajian Kebijakan Pendidikan (LKKP) PGRI Kabupaten Garut menyoroti sejumlah pasal dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah. Salah satu poin utama yang menjadi pembahasan adalah pasal mengenai periodisasi penugasan kepala sekolah yang dinilai masih memerlukan kejelasan dalam implementasinya di daerah.
Hal itu terungkap dalam audiensi berbagai unsur pendidikan yang berlangsung di Aula Lantai Atas Gedung PGRI Garut pada Rabu (12/11/2025). Dihadiri oleh Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Garut, H. Asep Wawan Budiman, S.Pd., M.Si., Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Garut, Kristanti Wahyuni, S.H., M.H., serta jajaran PGRI Kabupaten Garut.
Solih, S.Ag., M.M., Ketua Lembaga Kajian Kebijakan Pendidikan PGRI Kabupaten Garut, menjelaskan bahwa pihaknya bersama beberapa perwakilan telah melakukan audiensi ke Direktorat GTK, Direktorat KSPS Kemendikdasmen, serta Direktorat SDM Kemenpan RB untuk meminta penjelasan langsung terkait penerapan regulasi baru ini.

“Dalam Pasal 23 ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa penugasan guru ASN sebagai kepala sekolah dilaksanakan berdasarkan periodisasi, yaitu dua periode berturut-turut dengan setiap periode selama empat tahun. Namun kami mempertanyakan, apakah peraturan ini berlaku surut?” ujar Solih.
Menurutnya, pihak Direktorat GTK tidak menyebut secara tegas bahwa aturan ini berlaku surut, dan hanya merujuk pada Pasal 31 yang menyatakan bahwa kepala sekolah yang sedang menjalani penugasan tetap melanjutkan sampai periode penugasannya berakhir. “Tapi kapan periode itu dianggap berakhir? Apakah mengikuti aturan lama yaitu maksimal empat periode atau mengikuti yang baru, dua periode? Ini perlu kejelasan agar tidak menimbulkan kebingungan di lapangan,” tambahnya.
Selain itu, Solih menyoroti masalah teknis di sistem kepegawaian. Ia menyebutkan bahwa munculnya status “invalid” atau “merah” dalam sistem GTK menimbulkan kekhawatiran bagi kepala sekolah. “Pihak GTK menyarankan untuk koordinasi ke KSPS, dan KSPS menyebut bahwa hal itu hanya peringatan sistem. Namun, kewenangan penuh tetap ada di Kemenpan RB dan PPK daerah. Sayangnya, belum ada informasi pasti dari Kemenpan RB, hanya disarankan agar Dinas Pendidikan mengajukan surat rekomendasi atau diskresi,” jelasnya.
Terkait jenjang karir guru, kepala sekolah, dan pengawas, Solih juga memaparkan hasil pembahasan dengan Kemenpan RB. Berdasarkan surat Sekretaris Kemenpan RB Nomor B/4486/M.SM.01.00/2024 tanggal 23 September 2024, Kabupaten Garut mendapatkan persetujuan kebutuhan Jabatan Fungsional sebanyak 243 formasi, dengan rincian Ahli Muda dan Ahli Madya. Namun demikian, regulasi pengangkatan pengawas baru masih dalam tahap pembahasan di pusat.
“Pihak Kemenpan RB menyarankan agar PPK mengusulkan kebutuhan riil di lapangan disertai naskah urgensinya,” ujarnya.
Solih juga menyoroti posisi guru ASN PPPK yang berpotensi terhambat kariernya karena ketentuan baru. Berdasarkan Pasal 7 huruf (c) dan Keputusan Mendikdasmen Nomor 129/P/2025, guru PPPK hanya dapat ditugaskan sebagai kepala sekolah di luar satuan administrasi pangkalnya dengan rekomendasi khusus dari Kemenpan RB.
“Ini menjadi dilema, karena ada kepala sekolah dari PPPK yang masa penugasannya kurang dari dua tahun tidak bisa dimutasi. Di sisi lain, banyak sekolah kekurangan kepala sekolah definitif—tercatat sekitar 338 sekolah kosong,” papar Solih.
Ia menilai, kondisi tersebut dapat menghambat pengisian jabatan kepala sekolah serta mengurangi kesempatan karier guru PPPK. Oleh karena itu, pihaknya berharap ada solusi kebijakan dari pemerintah pusat agar tidak ada pihak yang dirugikan. “Kami hanya berharap agar regulasi bisa diterapkan secara adil dan realistis sesuai kondisi lapangan. Jangan sampai guru atau kepala sekolah menjadi korban ketidakjelasan aturan,” tegas Solih.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa dalam Kepmendikdasmen Nomor 129/P/2025 sebenarnya terdapat ketentuan yang memungkinkan kepala sekolah menjabat hingga empat periode. “Artinya, masih ada ruang kebijakan yang bisa diatur agar tidak terjadi kekosongan jabatan kepala sekolah di daerah,” tutupnya. ***Jajang Sukmana





































