Oleh: Ida Faridlah, M.Ag. (Pengawas Sekolah)
Abstrak
Tulisan ini merupakan praktik baik yang mendokumentasikan pengalaman penulis saat mengajar sebagai guru Pendidikan Agama Islam di SMPN 2 Tarogong Kidul selama enam tahun (2017–2023). Dalam menghadapi tantangan perkembangan remaja yang berada pada masa pubertas serta perubahan emosi yang dinamis, penulis bersama rekan-rekan guru berperan aktif mendukung program pembinaan karakter sekolah. Salah satu bentuk konkret kontribusi tersebut adalah melalui implementasi berbagai kegiatan pembiasaan Islami yang bertujuan menanamkan nilai spiritual, akhlak mulia, dan kepedulian sosial. Kegiatan yang dijalankan mencakup penyambutan pagi, dzikir bersama, tadarus Al-Qur’an, shalat berjamaah, serta program keputrian yang dirancang secara kreatif dan kontekstual. Tulisan ini disusun dengan pendekatan STAR (Situation, Task, Action, Result) serta dilengkapi dengan landasan teoritis dari berbagai literatur. Harapannya, praktik ini dapat menjadi inspirasi dan diterapkan di satuan pendidikan lain dalam membentuk sekolah yang nyaman, agamis, dan berpihak pada kebutuhan remaja.
Kata Kunci Pembiasaan Islami, Pendidikan Karakter, Sekolah Ramah, Keputrian.
SITUASI
Sebagai guru PAI di SMPN 2 Tarogong Kidul sejak tahun 2017 hingga 2023, saya melihat langsung betapa kompleksnya tantangan yang dihadapi oleh siswa remaja. Mereka sedang berada dalam masa pubertas yang tidak hanya mengubah fisik, tetapi juga mengguncang emosi dan identitas diri mereka. Beberapa siswa menunjukkan sikap mudah tersinggung, menarik diri, bahkan ada yang mulai berani melanggar norma sosial maupun agama. Dalam konteks sekolah, sistem full day school yang kami terapkan menuntut siswa berada di sekolah hingga sore hari. Di satu sisi, ini memberi ruang untuk pembentukan karakter, namun di sisi lain bisa menimbulkan kejenuhan dan stres pada siswa. Saya melihat pentingnya menciptakan suasana sekolah yang tidak hanya mendidik secara kognitif, tetapi juga menyentuh sisi emosional dan spiritual siswa. Hal ini selaras dengan pesan QS. An-Nahl: 125 untuk mengajak dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Inilah titik awal dari inisiatif pembiasaan Islami yang saya dan beberapa rekan guru mulai gagas sebagai bentuk tanggung jawab moral dan profesional terhadap generasi bangsa.
TANTANGAN
Tugas utama saya sebagai guru PAI bukan hanya menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga membentuk karakter siswa secara utuh. Saya ingin menghadirkan ruang pembelajaran yang tidak hanya kognitif, tetapi juga afektif dan spiritual. Tantangan yang saya hadapi adalah bagaimana menjadikan pembiasaan Islami sebagai bagian dari kultur sekolah, bukan sekadar rutinitas formal. Saya harus memastikan bahwa kegiatan yang dirancang tidak memberatkan siswa, guru, maupun sistem sekolah. Saya juga harus menjalin kerja sama baik dengan sesama guru PAI, maupun dengan guru mata pelajaran lain, khususnya BK, PJOK, dan wali kelas. Selain itu, saya harus meyakinkan kepala sekolah bahwa kegiatan pembiasaan ini bisa berjalan paralel dengan kurikulum akademik, bahkan memperkuatnya. Hadis Nabi SAW menyebutkan: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya” (HR. Bukhari). Ini menjadi pendorong utama untuk terus bergerak. Hal yang paling penting adalah bagaimana membuat kegiatan-kegiatan ini disukai oleh siswa, bukan dipaksakan. Saya ingin siswa merasakan kedamaian, kenyamanan, dan kehangatan dari setiap kegiatan pembiasaan yang dijalankan. Maka pembiasaan ini perlu dirancang secara terstruktur, fleksibel, dan penuh makna.
AKSI
Sebagai inisiatif awal dalam menanamkan nilai-nilai positif dan religius di lingkungan sekolah, saya bersama rekan-rekan guru mengimplementasikan program “Embun Pagi”. Kegiatan ini berupa penyambutan hangat kepada seluruh siswa di gerbang sekolah setiap pagi, sekitar tiga puluh menit sebelum dimulainya jam pelajaran. Kami menyambut kedatangan mereka dengan senyuman tulus, sapaan ramah, dan doa-doa baik, dengan tujuan utama menciptakan suasana belajar yang kondusif dan penuh semangat sejak dini. Program “Embun Pagi” ini kemudian dilanjutkan dengan kegiatan dzikir bersama yang dilaksanakan setiap hari Senin hingga Rabu. Selain itu, pada hari Kamis dan Jumat, kami mengadakan kegiatan tadarus Al-Qur’an yang berlangsung dari pukul 07.00 hingga 07.30 WIB. Kegiatan-kegiatan ini didasari oleh keyakinan yang mendalam terhadap firman Allah dalam QS. Ar-Ra’d: 28 yang menyatakan bahwa “hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang”. Kami berharap, melalui pembiasaan ini, ketenangan hati dan kedekatan spiritual dapat tertanam kuat dalam diri setiap siswa sejak pagi hari.
Lebih lanjut, sebagai upaya pembentukan karakter religius yang berkelanjutan, kami membudayakan pelaksanaan shalat dzuhur berjamaah bagi seluruh siswa di masjid sekolah setiap harinya. Pada hari Jumat, kami menyelenggarakan shalat Jumat khusus bagi siswa laki-laki di lingkungan sekolah. Sementara itu, bagi siswi, kami mengadakan kegiatan keputrian yang bertempat di GOR sekolah. Dalam forum keputrian ini, saya berkesempatan menyampaikan materi-materi fiqih yang relevan dengan kehidupan seorang remaja muslimah. Dalam menyampaikan materi, saya tidak sendiri, melainkan dibantu oleh guru Pendidikan Agama Islam lainnya. Kami menggunakan beragam metode pengajaran yang interaktif dan menarik, mulai dari ceramah yang diselingi diskusi, pemanfaatan tutor sebaya, diskusi kelompok yang melibatkan partisipasi aktif siswa, sesi tanya jawab yang membangun pemahaman, hingga penggunaan permainan edukatif yang membuat suasana belajar menjadi lebih menyenangkan dan tidak monoton. Untuk menumbuhkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab, setiap kelas secara bergilir mendapatkan kesempatan untuk menjadi pelaksana kegiatan keputrian. Kami juga memberikan ruang dan dukungan bagi siswa untuk mengekspresikan bakat dan minat mereka di bidang keagamaan, seperti membaca puisi Islami, melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an (Qira’ah), menghafal Al-Qur’an (Hifdzil Qur’an), menyampaikan ceramah singkat, hingga menampilkan seni musik Marawis yang Islami. Bahkan, melalui kegiatan-kegiatan ini, kami dengan lebih mudah mengidentifikasi dan mengembangkan potensi siswa-siswi berbakat untuk diikutsertakan dalam ajang Pentas PAI, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Pembiasaan-pembiasaan ini kami jadikan sebagai wadah ekspresi diri sekaligus penguatan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Dalam implementasi program-program pembiasaan ini, kami menjalin kolaborasi aktif dengan berbagai pihak. Kami melibatkan guru Bimbingan dan Konseling (BK) untuk memperkuat kemampuan siswa dalam mengelola emosi dan membentuk perilaku yang positif. Selain itu, kami juga berkoordinasi dengan guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) untuk mendukung aspek kesehatan fisik dan kedisiplinan siswa. Dukungan struktural dari kepala sekolah juga menjadi hal yang sangat penting, dan saya secara proaktif meminta beliau untuk memberikan alokasi waktu, penyediaan tempat yang memadai, serta melakukan monitoring terhadap pelaksanaan kegiatan. Seluruh rangkaian kegiatan ini saya dokumentasikan secara sistematis dalam bentuk laporan tertulis, dokumentasi foto, serta testimoni dari siswa. Dokumentasi ini menjadi bagian penting dari proses refleksi dan pengembangan program pembiasaan yang berkelanjutan di sekolah kami. Sebagai contoh konkret, seorang siswi pernah menyampaikan, “Saya merasa seperti punya tempat bertanya tentang banyak hal tanpa merasa takut dimarahi. Saya jadi lebih paham tentang bagaimana cara menjaga diri sebagai seorang muslimah.” Testimoni ini menjadi bukti nyata bahwa pendekatan yang kami lakukan mampu menyentuh sisi personal dan memberikan dampak positif bagi perkembangan karakter siswa.
RESULT (HASIL) dan REFLEKSI
Implementasi program pembiasaan Islami ini membawa pengaruh positif yang nyata di lingkungan sekolah. Terjadi peningkatan signifikan dalam kedisiplinan siswa, ketenangan batin, serta sikap saling menghormati antar siswa dan guru. Rutinitas kegiatan pagi hari membekali siswa dengan kesiapan mental dan spiritual yang lebih baik sebelum memulai pelajaran. Sementara itu, kegiatan keputrian menciptakan ruang aman bagi siswi untuk berdiskusi, mengajukan pertanyaan, dan memahami peran serta identitas mereka sebagai perempuan muslimah sesuai dengan nilai-nilai Islam. Kolaborasi antar guru dalam program ini disambut dengan antusias karena terbukti mampu mewujudkan iklim sekolah yang lebih harmonis dan bernuansa religius. Kepala sekolah memberikan dukungan penuh dan menjadikan program ini sebagai salah satu contoh praktik baik yang diterapkan di sekolah. Bahkan, keberhasilan program ini mulai menginspirasi dan direplikasi oleh beberapa sekolah lain di tingkat kecamatan yang sama. Berdasarkan evaluasi informal, sekitar 85% siswa menyampaikan bahwa kegiatan-kegiatan dalam program pembiasaan ini membantu mereka merasa lebih tenang dan meningkatkan rasa percaya diri di lingkungan sekolah. Pengalaman ini menjadi bukti konkret bahwa pendekatan pembiasaan nilai-nilai Islami yang dilakukan secara humanis dan konsisten dapat menjadi solusi yang efektif dalam menjawab berbagai tantangan pendidikan karakter di era modern yang dinamis ini. Program ini tidak hanya memberikan dampak positif pada siswa secara individu, tetapi juga berkontribusi pada terciptanya komunitas sekolah yang lebih berakhlak dan religius.
Referensi
Kementerian Agama RI. (2021). Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP/MTs Kelas VII. Jakarta: Kemenag RI.
Kemendikbudristek. (2022). Panduan Penguatan Profil Pelajar Pancasila di Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal GTK.
Quraish Shihab. (2018). Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan.
Zakiah Daradjat. (2004). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
PROFIL PENULIS
Ida Faridlah, M.Ag. lahir di Garut dan telah mengabdikan diri sebagai guru Pendidikan Agama Islam sejak tahun 1998 di SMPN 2 Banyuresmi. Sejak tahun 2017 hingga 2023, beliau mengajar di SMPN 2 Tarogong Kidul dan aktif dalam kegiatan pembinaan karakter berbasis nilai-nilai Islam. Saat ini beliau mengemban amanah sebagai Pengawas Sekolah jenjang SMP di Kabupaten Garut. Beliau juga aktif menulis dan memberikan pelatihan bagi guru dalam bidang penguatan pembelajaran, supervisi akademik, serta pendidikan karakter.
Quotes: “Mendidik bukan hanya menyampaikan ilmu, tetapi menyentuh jiwa dan menumbuhkan akhlak. Itulah kekuatan pembiasaan yang Islami.”