Gubernur Dedi Mulyadi Launching Kurikulum “Nyaah ka Indung” di Garut: Pendidikan Harus Tumbuh dari Cinta Seorang Ibu

0
9

GARUT — Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi resmi meluncurkan kurikulum “Nyaah ka Indung” dalam sebuah acara yang penuh makna di Gedung Pendopo Kabupaten Garut, Selasa (1/7/2025). Dalam pidatonya yang menyentuh hati, Dedi menekankan pentingnya membangun pendidikan berbasis kasih sayang dan keteladanan seorang ibu sebagai fondasi utama karakter anak.

“Anak kehilangan jati dirinya bukan karena kurang belajar, tapi karena hilangnya sentuhan kasih sayang. Dulu, anak-anak tumbuh dengan tradisi diayun (ayun ambing). Itu bukan sekadar gerakan fisik, tapi simbol kehadiran, perhatian, dan cinta,” ungkap Dedi.

Dedi menceritakan sosok ibunya yang buta huruf namun mampu mendidik sembilan anaknya dengan keteladanan luar biasa. “Ibu saya tidak sekolah, tapi dia guru terbaik dalam hidup saya. Bangun jam empat pagi, masak dengan kayu bakar, mandikan dan suapi anak-anaknya satu per satu, tanpa keluhan,” kenangnya haru.

Ia menegaskan bahwa ukuran menjadi seorang ibu bukan soal intelektualitas, tapi keikhlasan dan keteguhan dalam mendidik anak. “Ibu itu rela tak makan demi anaknya bisa sekolah. Rela tak beli baju baru demi anaknya bisa beli buku,” katanya.

Gubernur juga menyoroti kondisi sosial masyarakat saat ini yang cenderung kehilangan nilai-nilai luhur dalam kehidupan keluarga. “Hari ini banyak anak dibesarkan tanpa sentuhan ibu. Banyak ibu lebih sibuk dengan media sosial daripada bermunajat untuk anaknya. Padahal, doa ibu adalah rahasia langit yang paling ampuh,” ujarnya.

Dalam kurikulum “Nyaah ka Indung”, Dedi ingin pendidikan di Jawa Barat tidak hanya mengejar capaian akademik, tapi juga menanamkan nilai-nilai luhur: kasih sayang, tanggung jawab, dan kemandirian. Ia menegaskan pentingnya peran ibu dan keluarga sebagai madrasah pertama.

Gubernur juga menyampaikan tekadnya: dalam tiga tahun ke depan, tidak boleh ada anak di Jawa Barat yang putus sekolah, tidak boleh ada rumah rakyat miskin yang roboh, dan tidak boleh ada jalan rusak atau saluran air yang tersumbat.

Di akhir pidatonya, Dedi menutup dengan kisah nyata seorang ustaz yang sempat terseret masalah hukum karena membeli motor curian tanpa sadar. Melalui pendekatan humanis, ia memediasi kasus tersebut dan memberikan solusi yang berkeadilan serta berkeprimanusiaan.

“Kita butuh pemimpin dengan hati seorang ibu. Yang tahu mana yang wajib, mana yang sunnah. Yang sanggup berhemat demi rakyatnya. Pendidikan yang sejati tidak lahir dari bangku, tapi dari keteladanan dan kasih sayang,” pungkasnya. ***Jajang Sukmana