Menelusuri Pengaruh Tingkatan Guru terhadap Efektivitas Deep Learning di Sekolah

0
64

Oleh: Inar Suminarsih, S.Pd., M.Pd

 

Abstrak

Pendekatan deep learning dalam pendidikan menekankan pemahaman mendalam, pemikiran kritis, dan kemampuan problem solving yang berkelanjutan pada peserta didik. Namun, efektivitas penerapan pendekatan ini sangat dipengaruhi oleh kualitas dan tingkat profesionalitas guru. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri pengaruh tingkatan guru—berdasarkan jenjang karier profesional dan pengalaman mengajar—terhadap keberhasilan implementasi pembelajaran deep learning di lingkungan sekolah. Metode penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif kuantitatif dengan pendekatan survei terhadap sejumlah guru di tingkat sekolah menengah. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif yang signifikan antara level guru dengan efektivitas pelaksanaan deep learning di kelas. Guru pada level madya dan utama cenderung lebih mampu merancang pembelajaran yang mendorong eksplorasi konsep secara mendalam, membangun koneksi antar materi, serta menciptakan lingkungan belajar yang reflektif dan kolaboratif. Temuan ini menegaskan pentingnya peningkatan kapasitas guru sebagai bagian dari strategi implementasi pembelajaran bermakna di sekolah.

Pendahuluan

Perkembangan dunia pendidikan di era abad ke-21 menuntut adanya transformasi dalam proses pembelajaran yang tidak hanya berfokus pada pencapaian kognitif semata, melainkan juga pada kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, kolaborasi, dan refleksi mendalam terhadap pengetahuan. Salah satu pendekatan yang dianggap mampu memenuhi tuntutan tersebut adalah pendekatan deep learning. Berbeda dengan surface learning yang menekankan hafalan dan pengulangan, deep learning mendorong siswa untuk memahami konsep secara mendalam, mengaitkannya dengan pengalaman nyata, serta membentuk makna secara personal terhadap materi yang dipelajari.

Namun, keberhasilan implementasi pendekatan deep learning tidak hanya ditentukan oleh kurikulum atau sarana pembelajaran, tetapi juga sangat bergantung pada kompetensi guru sebagai fasilitator utama dalam proses belajar-mengajar. Tingkatan atau level guru—yang umumnya dikategorikan berdasarkan pengalaman, kualifikasi akademik, dan capaian profesional—mempengaruhi cara guru merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Guru dengan level profesional yang lebih tinggi cenderung memiliki kemampuan pedagogis dan reflektif yang lebih baik, yang berpotensi mendukung penerapan deep learning secara efektif.

Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri sejauh mana tingkatan guru berpengaruh terhadap efektivitas pendekatan deep learning di sekolah, khususnya dalam konteks pembelajaran di tingkat menengah. Dengan memahami hubungan ini, diharapkan dapat ditemukan strategi yang lebih tepat dalam meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penguatan kapasitas guru sesuai dengan level profesionalnya

.

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkatan profesional guru dengan efektivitas penerapan pendekatan deep learning di sekolah. Guru pada level madya dan utama cenderung memiliki kemampuan lebih baik dalam merancang pembelajaran yang mendorong eksplorasi konsep, berpikir kritis, dan refleksi mendalam dari siswa. Hal ini selaras dengan teori pedagogi konstruktivis yang menempatkan guru sebagai fasilitator yang mampu membangun jembatan antara pengetahuan baru dan pengalaman belajar siswa.

1. Perbedaan Praktik Pembelajaran Berdasarkan Tingkatan Guru

Guru pemula atau pertama umumnya masih berfokus pada penguasaan materi dan pengelolaan kelas secara teknis. Pendekatan yang digunakan cenderung lebih terstruktur dan berbasis textbook, yang cenderung mengarah pada surface learning. Sebaliknya, guru yang telah mencapai level madya dan utama menunjukkan keterampilan yang lebih tinggi dalam menyusun kegiatan pembelajaran yang berbasis proyek, kolaboratif, dan kontekstual—ciri khas dari deep learning.

Mereka juga lebih fleksibel dalam menggunakan teknologi, sumber belajar alternatif, dan strategi asesmen formatif untuk memahami proses berpikir siswa. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman dan peningkatan profesionalisme guru secara langsung mempengaruhi kemampuan mereka dalam menghadirkan pembelajaran bermakna.

2. Kemampuan Refleksi dan Inovasi Pembelajaran

Salah satu karakteristik utama guru berlevel lebih tinggi adalah kemampuan reflektif terhadap praktik mengajarnya. Mereka mampu mengevaluasi efektivitas metode yang digunakan, mengidentifikasi hambatan belajar siswa, serta merancang intervensi yang tepat. Kegiatan refleksi ini menjadi kunci dalam pembelajaran berbasis deep learning, di mana guru tidak hanya menyampaikan materi, tetapi membimbing proses berpikir siswa.

Selain itu, guru berlevel tinggi lebih terbuka terhadap inovasi, termasuk dalam mengintegrasikan teknologi digital, pendekatan diferensiasi, dan pembelajaran lintas disiplin, yang semuanya sangat mendukung terciptanya lingkungan deep learning.

3. Kendala pada Guru dengan Level Rendah

Guru pada level awal umumnya menghadapi tantangan dalam mengintegrasikan pendekatan deep learning karena keterbatasan dalam penguasaan metode, manajemen kelas berbasis kolaborasi, serta minimnya pengalaman dalam mengelola keragaman karakter siswa. Hal ini menunjukkan perlunya pendampingan dan penguatan kompetensi pedagogis secara berkelanjutan, terutama pada masa awal karier guru.

4. Implikasi bagi Pengembangan Profesional Guru

Temuan ini menekankan pentingnya pengembangan profesional yang berkelanjutan bagi semua guru, terlepas dari tingkatan mereka. Workshop, pelatihan berbasis praktik reflektif, dan komunitas belajar guru (Professional Learning Community) dapat menjadi sarana efektif untuk meningkatkan kapasitas guru dalam menerapkan deep learning. Selain itu, sistem kenaikan pangkat atau level guru sebaiknya tidak hanya administratif, tetapi juga mencerminkan peningkatan nyata dalam kualitas pembelajaran.

Keterkaitan Kategori Guru dengan Pendekatan Deep Learning

1. Medium Teacher

“A medium teacher tells.”

Guru pada level ini cenderung berorientasi pada penyampaian informasi. Mereka fokus pada penyampaian fakta atau materi pelajaran secara langsung tanpa banyak melibatkan siswa dalam proses berpikir kritis atau reflektif.
Keterkaitan dengan Deep Learning:

  • Cenderung tidak mendukung pendekatan deep learning.
  • Siswa lebih pasif dan hanya menghafal atau menerima informasi (surface learning).
  • Aktivitas pembelajaran kurang menggali makna dan hubungan antar konsep.

2. Good Teacher

“A good teacher explains.”

Guru dalam kategori ini sudah mulai menjelaskan konsep dengan cara yang lebih terstruktur, logis, dan mudah dipahami. Ada usaha untuk membuat siswa memahami “mengapa” dan “bagaimana”, bukan hanya “apa”.
Keterkaitan dengan Deep Learning:

  • Mulai mendukung unsur deep learning, terutama dalam membantu siswa memahami konsep secara menyeluruh.
  • Namun, masih cenderung satu arah dan belum banyak menekankan pada interaksi atau eksplorasi ide siswa secara aktif.
  • Siswa lebih memahami konteks, tapi belum tentu mampu berpikir kritis secara mendalam.

3. Excellent Teacher

“An excellent teacher demonstrates.”

Guru pada tahap ini mampu menunjukkan, memodelkan, dan mengaitkan konsep dengan praktik nyata. Mereka memberikan contoh konkret dan membimbing siswa melalui proses berpikir dan pemecahan masalah.
Keterkaitan dengan Deep Learning:

  • Sangat mendukung deep learning.
  • Pembelajaran bersifat aplikatif, kontekstual, dan menstimulasi pemikiran kritis.
  • Siswa belajar melalui pengalaman, demonstrasi, dan diskusi yang bermakna.

4. Great Teacher

“A great teacher inspires.”

Guru yang menginspirasi tidak hanya mengajarkan konten, tetapi juga membangkitkan rasa ingin tahu, motivasi intrinsik, dan semangat belajar sepanjang hayat. Mereka mampu menciptakan lingkungan belajar yang suportif, reflektif, dan membebaskan potensi siswa.
Keterkaitan dengan Deep Learning:

  • Sangat ideal untuk deep learning.
  • Pembelajaran difokuskan pada pembentukan makna, pemikiran reflektif, koneksi antar disiplin, dan pengembangan kepribadian siswa.
  • Siswa menjadi pembelajar mandiri, kolaboratif, dan bermotivasi tinggi.

Kesimpulan

Semakin tinggi kualitas atau level guru—dari medium hingga great teacher—semakin besar kemampuannya dalam menerapkan pendekatan deep learning secara efektif. Deep learning membutuhkan guru yang tidak hanya memahami materi, tetapi juga mampu membangun hubungan emosional, menciptakan rasa ingin tahu, dan menginspirasi eksplorasi pengetahuan yang mendalam.

Penutup

Penerapan pendekatan deep learning dalam pembelajaran menuntut lebih dari sekadar penyampaian materi; ia memerlukan guru yang mampu menginspirasi, membimbing proses berpikir kritis, dan menciptakan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa tingkatan guru—baik dari sisi pengalaman, kompetensi pedagogis, maupun kualitas refleksi profesional—berperan penting dalam menentukan efektivitas implementasi deep learning di kelas.

Guru pada level lebih tinggi, seperti excellent dan great teacher, terbukti lebih mampu menghadirkan pembelajaran yang mengaktifkan potensi kognitif dan afektif siswa. Sebaliknya, guru dengan level lebih rendah cenderung masih terjebak dalam pendekatan surface learning yang menekankan pada hafalan dan transmisi informasi.

Oleh karena itu, penguatan profesionalisme guru melalui pelatihan berkelanjutan, pendampingan, serta sistem penilaian kinerja yang mendorong refleksi dan inovasi sangat penting untuk mendukung terciptanya lingkungan belajar yang mendalam. Investasi pada peningkatan kualitas guru bukan hanya investasi pada pengajar, tetapi juga pada masa depan pembelajaran yang lebih transformatif dan bermakna bagi peserta didik.

 

Daftar Pustaka

Biggs, J., & Tang, C. (2011). Teaching for quality learning at university (4th ed.). McGraw-Hill Education.

Brookfield, S. D. (2017). Becoming a critically reflective teacher (2nd ed.). Jossey-Bass.

Fullan, M., & Hargreaves, A. (2012). Professional capital: Transforming teaching in every school. Teachers College Press.

Hattie, J. (2009). Visible learning: A synthesis of over 800 meta-analyses relating to achievement. Routledge.

Marton, F., & Säljö, R. (1976). On qualitative differences in learning: I—Outcome and process. British Journal of Educational Psychology, 46(1), 4–11. https://doi.org/10.1111/j.2044-8279.1976.tb02980.x

Shulman, L. S. (1987). Knowledge and teaching: Foundations of the new reform. Harvard Educational Review, 57(1), 1–22.

Timperley, H. (2011). Realizing the power of professional learning. McGraw-Hill Education.

Watkins, C. (2001). Learning: A sense-maker’s guide. Research Matters, 13, 1–13.