Komunitas Senyum Anak Nusantara Chapter Garut Edukasi Siswa SDN 1 Regol tentang Bullying dan Pelecehan Seksual

0
44

GARUT – Komunitas Senyum Anak Nusantara (SAN) Chapter Garut dengan slogan “Senyummu Senyum Kita Semua” menggelar kegiatan edukasi bagi siswa kelas 4–6 SDN 1 Regol, Jl. Baratayudha No. 49, Kelurahan Regol, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Sabtu (20/9/2025).

Kegiatan ini menghadirkan narasumber Dr. Putri Auliya Hilfa Lubis dan Zhuda Indra Pratama, S.Psi., M.Si., yang menyampaikan materi tentang bullying dan pelecehan seksual.

Ketua Pelaksana, Mina Nursifa, S.Pd., menjelaskan bahwa komunitas SAN merupakan wadah anak muda yang peduli terhadap berbagai problematika sosial yang terjadi di Garut, terutama kasus perundungan dan pelecehan seksual di kalangan anak sekolah dasar.

Mina Nursifa, S.Pd.

“Bullying dan pelecehan seringkali tanpa disadari terjadi di sekolah, dan dampaknya sangat besar bagi anak-anak. Karena itu, kami berupaya memberikan pemahaman sejak dini agar mereka bisa menjaga diri,” ujarnya.

Mina berharap program ini mendapat dukungan dari pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan, agar seminar atau penyuluhan semacam ini bisa digalakkan lebih luas di sekolah-sekolah. “Anak-anak SD sedang berada di masa pubertas yang aktif, sehingga sangat perlu diberi pembinaan oleh para ahli, baik dokter maupun psikolog, supaya materi yang disampaikan lebih seimbang,” tambahnya.

Selain itu, Mina juga mendorong adanya kolaborasi antara guru dan kepala sekolah dalam membuat program internal untuk pencegahan bullying dan pelecehan seksual. “Tidak harus selalu mengundang psikolog atau dokter, tapi bisa dimulai dari anak-anak muda yang peduli. Minimal ada pembiasaan baik, budaya saling menghargai, dan batasan sehat antara laki-laki dan perempuan di sekolah,” ungkapnya.

Sebagai tindak lanjut, komunitas SAN memberikan lembar evaluasi kepada siswa untuk diisi di rumah mengenai emosi atau keluhan pribadi. Hasilnya akan ditindaklanjuti dalam kunjungan berikutnya. “Kami ingin anak-anak punya ruang aman untuk bercerita. Kalau tidak bisa di sekolah, mereka bisa menuliskan dulu di rumah. Nanti kami bantu tindak lanjuti,” jelas Mina.

Selain edukasi, kegiatan ini juga melibatkan para volunteer yang membuka ruang diskusi dan curhat bagi siswa setelah sesi utama.

Mina menambahkan, pihaknya sebenarnya ingin melibatkan orang tua secara langsung. Namun, karena berbagai kesibukan, serta faktor psikologis siswa kelas 5 dan 6 yang cenderung malu jika didampingi orang tua di sekolah, maka program perdana ini difokuskan kepada siswa terlebih dahulu.

“Ke depan, kami berharap bisa menghadirkan orang tua juga, supaya edukasi di sekolah bisa berlanjut di rumah. Percuma jika anak mendapat pengetahuan di sekolah, tetapi di rumah tidak ada pendampingan,” pungkasnya. ***Jajang Sukmana