UGM Gandeng SEMAK dan YGSI Lakukan Penelitian PKRS di Kabupaten Garut

0
67

Garut, 17 Januari 2025 – Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerjasama dengan Yayasan Sekretariat Masyarakat Anak (SEMAK) Bandung dan didukung oleh Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) Jakarta, menginisiasi penelitian untuk menguji efektivitas pelibatan orang tua dalam program Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di sekolah. Penelitian ini dilakukan di empat sekolah di Kabupaten Garut, yaitu SMPN 3 Cilawu, SMPN 3 Kadungora, SMPN 2 Lewigoong, dan SMPN 3 Cisurupan.

Program ini dirancang dengan dua kelompok penelitian: sekolah intervensi dan sekolah kontrol.

Sekolah intervensi melibatkan orang tua dan siswa, yaitu di SMPN 3 Cilawu (14 Januari 2025) dengan sasaran 32 orang tua siswa kelas 7A dan SMPN 3 Cisurupan (17 Januari 2025) dengan sasaran 32 orang tua siswa kelas 7B.

Sekolah kontrol, yang hanya melibatkan siswa, dilakukan di SMPN 3 Kadungora (15 Januari 2025) dengan sasaran 25 orang tua siswa kelas 7C, serta SMPN 2 Lewigoong (16 Januari 2025) dengan sasaran 31 orang tua siswa kelas 7A.

Dr. Heru Subekti dan Dr. Mustikaningtyas dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM mengungkapkan bahwa program ini didasarkan pada isu-isu global terkait dinamika remaja. Tantangan masa remaja mencakup perubahan biologis, psikologis, sosial, dan perilaku, yang diperparah dengan kemajuan teknologi dan budaya.

“Angka masalah kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan bullying cukup tinggi secara global, termasuk di Indonesia. Sekolah saja tidak cukup untuk mendampingi siswa. Peran orang tua menjadi sangat penting dalam memahami dan mendukung perubahan yang terjadi pada anak-anak mereka,” jelas Dr. Heru.

Program ini bertujuan meningkatkan komunikasi antara siswa dan orang tua melalui kesamaan pemahaman terkait kesehatan reproduksi dan seksualitas. Dengan ini, anak diharapkan mampu mengenali dirinya, menjaga perilaku, serta menghindari risiko-risiko negatif dari lingkungan maupun informasi digital.

Tim penelitian mendesain modul sederhana yang dapat diterima oleh orang tua dengan berbagai latar belakang pendidikan. Fasilitator lokal juga dilibatkan untuk menyampaikan materi menggunakan bahasa daerah agar lebih efektif.

Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan bahwa pelibatan orang tua dalam program Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) memiliki dampak yang lebih signifikan dibandingkan hanya melibatkan siswa. “Jika hasil penelitian ini menunjukkan efektivitas yang lebih besar, maka program PKRS ke depan perlu melibatkan orang tua secara aktif,” tambah Dr. Heru.

Dengan pendekatan komprehensif ini, UGM berharap program ini menjadi model yang dapat diterapkan secara luas di berbagai daerah, sehingga menciptakan sinergi antara sekolah, siswa, dan orang tua dalam membangun generasi yang sehat secara fisik, mental, dan sosial. ***Jajang Sukmana