“7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat”: Langkah Positif, Tapi Masih ada Kekurangan. Benarkah 7 Kebiasaan Ini Sudah Mencakup Semua Aspek Penting?

0
422

Dadang Muhammad Kosim, S.Ag., M.Pd. (Pendamping Satuan Pendidikan Dinas Pendidikan Kabupaten Garut)

 

PEMERINTAH melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah meluncurkan program baru bertajuk “7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat”.  Program ini dirancang untuk membentuk karakter anak-anak Indonesia yang unggul melalui tujuh kebiasaan positif, yaitu:.

  1. Bangun Pagi
  2. Beribadah
  3. Berolahraga
  4. Gemar Belajar
  5. Makan Sehat dan Bergizi
  6. Bermasyarakat.
  7. Tidur Cepat.

Membentuk kebiasaan positif sejak kecil adalah kunci bagi anak-anak Indonesia untuk tumbuh menjadi individu yang hebat. Namun, dalam daftar kebiasaan yang sudah ada, ternyata masih ada dua aspek penting yang terabaikan, yaitu membantu orang tua dan mengaji . Padahal, kedua hal ini sangat penting dalam pembentukan karakter dan nilai-nilai kehidupan anak-anak, terutama dalam konteks budaya dan agama di Indonesia.

Di era modern ini, banyak anak, terutama di kota-kota besar, mengalami perubahan gaya hidup yang signifikan. Beberapa fenomena yang sering terjadi antara lain:

1. Kurangnya Kesadaran Membantu Orang Tua

  • Banyak anak yang lebih fokus pada gadget atau aktivitas pribadi sehingga kurang memiliki kebiasaan membantu pekerjaan rumah.
  • Sikap mandiri dan empati terhadap keluarga menjadi berkurang.

2. Minimnya Kesadaran Belajar Mengaji

  • Kesibukan sekolah dan aktivitas lain membuat anak-anak kurang meluangkan waktu untuk mengaji.
  • Akses belajar sering kali terbatas di lingkungan perkotaan karena kurangnya dukungan dari keluarga atau lingkungan sekitar.

Dengan menambahkan kebiasaan membantu orang tua dan mengaji ke dalam daftar kebiasaan baik, anak-anak Indonesia tidak hanya menjadi cerdas dan mandiri, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan nilai-nilai spiritual yang kokoh.

Membantu Orang Tua – Melatih Kemandirian dan Tanggung Jawab dalam Pekerjaan Rumah Tangga

Membantu orang tua dalam pekerjaan rumah tangga bukan hanya sekadar tugas, tetapi juga bagian penting dalam pendidikan karakter anak. Kebiasaan ini melatih kemandirian, tanggung jawab, serta rasa peduli terhadap keluarga dan lingkungan sekitarnya.

Manfaat Membantu Orang Tua dalam Pekerjaan Rumah Tangga:

1. Melatih Kemandirian

Anak belajar untuk tidak selalu bergantung pada orang lain. Mereka terbiasa menyelesaikan tugas sederhana seperti merapikan tempat tidur, mencuci piring, atau menyapu rumah.

2. Menumbuhkan Rasa Tanggung Jawab

Anak memahami bahwa menjaga kebersihan dan kerapihan rumah adalah bagian dari kewajiban mereka. Dengan tanggung jawab kecil sejak dini, mereka akan lebih siap menghadapi tugas yang lebih besar di masa depan.

3. Mengembangkan Sikap Peduli dan Gotong Royong

Anak-anak yang terbiasa membantu di rumah akan lebih peka terhadap kebutuhan orang lain. Mereka belajar bekerja sama dengan anggota keluarga, membangun keharmonisan dalam rumah tangga.

4. Meningkatkan Keterampilan Hidup

Anak mendapatkan pengalaman langsung tentang keterampilan dasar yang akan berguna seumur hidup. Mereka lebih siap ketika harus hidup mandiri di masa depan, seperti saat kuliah atau bekerja.

5. Membangun Kebiasaan Hidup Bersih dan Disiplin

Anak yang terbiasa membantu pekerjaan rumah akan lebih sadar akan kebersihan dan kerapihan lingkungannya. Disiplin dalam menyelesaikan tugas rumah juga akan berdampak pada kebiasaan belajar dan aktivitas lainnya.

6. Mengurangi Ketergantungan pada Asisten Rumah Tangga

Di banyak keluarga, anak-anak cenderung terbiasa mengandalkan asisten rumah tangga untuk melakukan pekerjaan rumah.

Dengan membiasakan anak membantu orang tua, mereka akan tumbuh menjadi individu yang lebih mandiri, bertanggung jawab, dan peduli terhadap sesama. Kebiasaan ini tidak hanya berdampak positif dalam kehidupan keluarga, tetapi juga dalam kehidupan sosial mereka di masa depan.

Kebiasaan Mengaji: Membentuk Karakter dan Pemahaman Agama

Mengaji bukan sekadar membaca kitab suci, tetapi juga proses belajar ilmu agama yang dilakukan di bawah bimbingan orang dewasa, seperti ustaz dan kiai. Kebiasaan ini memiliki peran penting dalam pembentukan akhlak, moral, dan pemahaman agama anak sejak dini.

  1. Makna dan Tujuan Mengaji Membaca dan Memahami Al-Qur’an. Anak-anak belajar membaca Al-Qur’an dengan benar sesuai kaidah dan tata cara membaca Al-Quran
  2. Mempelajari Ilmu Agama. Mengaji mencakup pelajaran fikih (hukum Islam), akidah (keimanan), akhlak, serta sejarah Islam. Dengan pemahaman ini, anak-anak dapat menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
  3. Menanamkan Nilai-Nilai Moral dan Etika. Melalui bimbingan guru agama, anak-anak belajar sopan santun, kejujuran, disiplin, dan tanggung jawab. Pembelajaran akhlak dalam mengaji membantu mereka menjadi pribadi yang lebih baik.
  4. Membentuk Kebiasaan Beribadah yang Konsisten. Selain membaca Al-Qur’an, mengaji juga mengajarkan salat, doa-doa harian, dan ibadah lainnya. Dengan rutin mengaji, anak akan lebih terbiasa menjalankan kewajiban agamanya.
  5. Menjaga Tradisi Tradisi dan Identitas Keislaman. Di banyak daerah, mengaji menjadi bagian dari tradisi, seperti mengaji di masjid, musala, atau pondok pesantren. Kebiasaan ini mempererat hubungan sosial dan menumbuhkan semangat kebersamaan dalam komunitas Muslim.

Pentingnya Mempelajari Ilmu Agama di Luar Jam Pelajaran Sekolah

Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diajarkan di sekolah, biasanya hanya dua hingga tiga jam per minggu, tidak cukup untuk memberikan pemahaman agama yang mendalam bagi anak-anak. Ilmu agama bukan sekadar teori, tetapi juga harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pendidikan agama perlu diperkuat di luar lingkungan sekolah, baik melalui mengaji di masjid, mengikuti kajian, maupun bimbingan orang tua di rumah.

Mengapa Ilmu Agama Perlu Dipelajari Lebih dari Sekadar Mapel PAI di Sekolah?

  1. Waktu yang Terbatas di Sekolah. Dengan hanya 2–3 jam per minggu, pembelajaran PAI di sekolah sering kali hanya mencakup teori dasar, tanpa cukup waktu untuk pendalaman dan praktik. Mata pelajaran lain sering mendapat porsi lebih besar, sehingga pembelajaran agama kurang maksimal.
  2. Ilmu Agama Harus Dipraktikkan, Bukan Hanya Dipelajari. Salat, mengaji, doa harian, akhlak, dan etika Islam tidak cukup hanya diajarkan di kelas, tetapi harus menjadi kebiasaan sehari-hari. Pemahaman agama yang kuat akan lebih efektif jika diterapkan dalam kehidupan nyata melalui bimbingan langsung dari orang tua dan lingkungan.
  3. Lingkungan Sekolah Saja Tidak Cukup.  Sekolah memberikan dasar pengetahuan, tetapi pendidikan agama memerlukan bimbingan lebih lanjut, misalnya dari ustaz, kiai, atau guru mengaji. Anak-anak perlu suasana yang lebih interaktif dan aplikatif, seperti diskusi keagamaan, praktik ibadah yang benar, dan kajian yang lebih mendalam.
  4. Peran Orang Tua dan Lingkungan dalam Pendidikan Agama. Orang tua memiliki tanggung jawab utama dalam membimbing anak agar menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Selain sekolah, anak-anak juga harus diajak belajar agama melalui pengajian di masjid, pondok pesantren, atau komunitas keagamaan.
  5. Tantangan di Era Digital. Di era modern, banyak anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan gadget dan media sosial, sehingga kurang terpapar nilai-nilai keagamaan. Pendidikan agama yang lebih intensif di luar sekolah bisa menjadi solusi untuk mengimbangi pengaruh negatif teknologi dan membangun karakter islami yang kuat.

Ilmu agama tidak cukup hanya dipelajari dalam 2–3 jam per minggu di sekolah, karena pemahaman dan pengamalannya membutuhkan lebih banyak waktu serta bimbingan langsung dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, mengaji dan mendalami agama harus menjadi kebiasaan sehari-hari, agar anak-anak tumbuh dengan akhlak yang baik dan memiliki pemahaman Islam yang kokoh dalam kehidupan mereka. (*)