Oleh: Rita Susanti
Abstrak
Perkembangan zaman yang pesat telah menghadirkan tantangan tersendiri bagi generasi Z, yang dikenal sebagai generasi digital dan serba cepat. Dalam menghadapi era globalisasi dan revolusi industri 4.0, kecerdasan emosional (emotional intelligence) menjadi aspek penting dalam membentuk karakter yang tangguh, adaptif, dan berintegritas. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis peran kecerdasan emosional dalam pembentukan karakter generasi Z, baik dalam konteks pendidikan, sosial, maupun lingkungan digital. Melalui pendekatan kualitatif dan studi literatur, ditemukan bahwa kemampuan mengelola emosi, empati, dan kesadaran diri sangat memengaruhi pembentukan nilai-nilai karakter seperti tanggung jawab, disiplin, serta kerja sama. Oleh karena itu, pelatihan dan pengembangan kecerdasan emosional perlu diintegrasikan secara strategis dalam kurikulum pendidikan serta lingkungan keluarga dan sosial.
Kata Kunci: kecerdasan emosional, karakter, generasi Z, pendidikan, empati
- Pendahuluan
Generasi Z, yaitu individu yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, tumbuh dalam lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh teknologi dan media sosial. Paparan informasi yang masif dan cepat seringkali tidak disertai dengan kesiapan emosional yang memadai. Fenomena seperti cyberbullying, rendahnya kemampuan komunikasi interpersonal, serta meningkatnya gangguan mental di kalangan remaja menandakan perlunya perhatian lebih terhadap aspek non-kognitif dalam pendidikan dan pembentukan karakter. Salah satu aspek yang dinilai krusial adalah kecerdasan emosional, yaitu kemampuan untuk mengenali, memahami, dan mengelola emosi diri dan orang lain.
Permasalahan utama dalam pembentukan karakter generasi Z bukan terletak pada kurangnya pengetahuan, melainkan pada lemahnya keterampilan sosial dan emosional. Oleh karena itu, pembahasan mengenai kecerdasan emosional dalam konteks generasi ini menjadi relevan dan urgen untuk dikaji secara lebih mendalam.
- Pembahasan
2.1. Konsep Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional pertama kali diperkenalkan oleh Salovey dan Mayer (1990), kemudian dipopulerkan oleh Daniel Goleman (1995) dalam bukunya Emotional Intelligence. Goleman membagi kecerdasan emosional ke dalam lima aspek utama:
- Kesadaran diri (self-awareness)
- Pengelolaan diri (self-regulation)
- Motivasi (motivation)
- Empati (empathy)
- Keterampilan sosial (social skills)
Setiap aspek ini saling berkaitan dan memainkan peran penting dalam membentuk hubungan sosial yang sehat serta pengambilan keputusan yang bijak.
2.2. Karakteristik Generasi Z dan Tantangannya
Generasi Z menunjukkan karakteristik unik:
- Cepat tanggap terhadap teknologi
- Multitasking
- Suka visualisasi dan komunikasi singkat
- Kritis dan terbuka
Namun demikian, mereka juga menghadapi tantangan besar seperti kesulitan fokus, kecenderungan isolasi sosial, dan tingkat stres yang tinggi. Dalam konteks ini, kecerdasan emosional dapat menjadi fondasi utama dalam membentuk karakter yang kokoh, baik dalam aspek pribadi maupun sosial.
2.3. Kecerdasan Emosional sebagai Fondasi Karakter
Karakter, menurut Lickona (1991), adalah kualitas moral dan etika yang terbentuk melalui kebiasaan. Kecerdasan emosional mendukung pembentukan karakter melalui:
- Pengendalian emosi → mencegah tindakan impulsif
- Empati → membangun kepedulian terhadap orang lain
- Kesadaran diri → mendorong refleksi dan pertumbuhan personal
Dalam konteks pendidikan, siswa dengan kecerdasan emosional yang baik cenderung memiliki prestasi akademik lebih tinggi, hubungan sosial yang sehat, serta keterampilan kepemimpinan yang lebih berkembang (CASEL, 2020).
2.4. Strategi Pengembangan Kecerdasan Emosional pada Gen-Z
Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan kecerdasan emosional antara lain:
- Integrasi pendidikan karakter dalam kurikulum
- Pelatihan mindfulness dan manajemen stres
- Simulasi empati melalui drama atau roleplay
- Peningkatan komunikasi dalam keluarga dan sekolah
- Literasi digital dengan muatan etika dan sosial
- Penutup
Kecerdasan emosional memiliki peran sentral dalam membentuk karakter generasi Z yang sehat secara emosional dan sosial. Di tengah derasnya arus informasi dan teknologi, kemampuan untuk mengelola emosi, memahami orang lain, serta menjaga hubungan sosial yang positif menjadi kebutuhan utama. Oleh karena itu, perlu ada upaya terpadu dari berbagai pihak — pendidik, orang tua, dan pemerintah — untuk menanamkan dan mengembangkan kecerdasan emosional secara sistematis dan berkelanjutan.
- Kesimpulan
Kecerdasan emosional bukan hanya pelengkap, tetapi merupakan elemen inti dalam pembentukan karakter generasi Z. Kemampuan mengenali dan mengelola emosi terbukti mendukung pengembangan karakter yang tangguh, empatik, dan bertanggung jawab. Mengingat tantangan yang dihadapi generasi ini, penting bagi institusi pendidikan dan keluarga untuk menempatkan kecerdasan emosional sebagai prioritas dalam proses pendidikan karakter.
Daftar Pustaka
- Goleman, D. (1995). Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ. New York: Bantam Books.
- Salovey, P., & Mayer, J.D. (1990). Emotional Intelligence. Imagination, Cognition and Personality, 9(3), 185–211.
- Lickona, T. (1991). Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.
- CASEL. (2020). What is SEL? Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning. Retrieved from https://casel.org
- Prensky, M. (2001). Digital Natives, Digital Immigrants. On the Horizon, 9(5), 1–6.
- Rahmawati, S. (2022). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Kecerdasan Emosional. Jurnal Psikologi Pendidikan, 18(1), 45-58.
- Sugiharto, B. (2019). Generasi Z dan Tantangan Pendidikan Karakter di Era Digital. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan.