Oleh: Koni Kusnadi, S.Pd., M.M.Pd
ABSTRAK
Masa pubertas merupakan fase kritis dalam kehidupan remaja yang ditandai oleh perubahan fisik, emosional, dan psikososial. Kurangnya pemahaman tentang masa ini dapat menyebabkan perilaku berisiko, termasuk kehamilan remaja dan perkawinan usia dini. Pendidikan Kesehatan Reproduksi
dan Seksualitas (PKRS) hadir sebagai strategi preventif dan edukatif yang dapat membekali remaja dengan informasi ilmiah, keterampilan hidup, serta kesadaran akan hak-hak tubuh dan masa depan mereka. Artikel ini membahas kontribusi PKRS dalam meningkatkan pemahaman remaja terhadap masa pubertas dan perannya dalam menanggulangi fenomena perkawinan usia dini. Melalui pendekatan pendidikan yang kontekstual, partisipatif, dan berbasis nilai, PKRS terbukti efektif dalam membentuk remaja yang berdaya dan mampu mengambil keputusan secara bijak.
Kata kunci : PKRS, pubertas, perkawinan usia dini, remaja, pendidikan seksualitas
PENDAHULUAN
Masa remaja adalah periode transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang ditandai oleh berbagai perubahan fisik, psikologis, dan sosial. Salah satu fase penting dalam periode ini adalah masa pubertas, di mana remaja mulai mengalami perubahan biologis yang signifikan seperti pertumbuhan organ reproduksi, perubahan hormon, serta ketertarikan terhadap lawan jenis. Namun, perubahan ini sering tidak diiringi dengan pemahaman yang memadai. Banyak remaja mengalami kebingungan, rasa takut, bahkan rasa malu, karena tidak tahu bagaimana menyikapi perubahan yang terjadi pada tubuh dan perasaan mereka.
Dalam situasi ini, Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) hadir sebagai bentuk intervensi yang dirancang untuk memberikan informasi dan pemahaman yang tepat kepada remaja mengenai perubahan fisik dan emosional yang mereka alami. PKRS tidak hanya membahas aspek biologis dari seksualitas, tetapi juga mencakup nilai-nilai sosial, etika, hubungan antarmanusia, serta kesetaraan gender. Sayangnya, di berbagai wilayah, termasuk di Indonesia, pendidikan ini masih sering dianggap tabu, tidak prioritas, atau bahkan dikhawatirkan “mengajarkan hal yang belum waktunya.”
Padahal, berbagai data menunjukkan bahwa minimnya informasi tentang seksualitas dapat menyebabkan remaja membuat keputusan yang salah atau terburu-buru, seperti melakukan hubungan seksual tanpa perlindungan, kehamilan di luar nikah, atau bahkan menikah di usia dini karena tekanan sosial, ekonomi, atau karena kurangnya pemahaman terhadap masa depan mereka. Perkawinan usia dini sendiri membawa konsekuensi serius, mulai dari terputusnya pendidikan, meningkatnya risiko kesehatan ibu dan anak, hingga kekerasan dalam rumah tangga.
Melalui pendekatan yang inovatif, edukatif, dan empatik, PKRS memiliki peran strategis dalam membekali remaja agar mampu memahami diri mereka secara utuh dan menunda keputusan besar seperti pernikahan sampai mereka benar-benar siap. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji kontribusi konkret dari PKRS dalam membentuk remaja yang sadar, tangguh, dan visioner dalam menghadapi tantangan masa pubertas dan tekanan lingkungan.
PEMBAHASAN
- Masa Pubertas dan Tantangannya
Pubertas bukan hanya fenomena biologis, tetapi juga menjadi fase krusial dalam pembentukan identitas dan kepribadian remaja. Perubahan seperti menstruasi pertama, mimpi basah, perubahan suara, hingga pertumbuhan payudara dan rambut tubuh bisa menimbulkan kecemasan jika tidak disertai pemahaman yang tepat. Sayangnya, masih banyak remaja yang tidak mendapatkan informasi ini dari sumber terpercaya. Bahkan, dalam banyak kasus, topik ini dihindari oleh orang tua dan guru karena dianggap tidak pantas dibicarakan.
PKRS hadir untuk menjawab kebutuhan tersebut. Melalui pendekatan ilmiah dan psikososial, PKRS membantu remaja memahami bahwa perubahan yang mereka alami adalah hal yang normal, sehat, dan merupakan bagian dari pertumbuhan. Materi PKRS yang komprehensif juga menyentuh aspek mental dan emosional, seperti cara mengelola rasa ingin tahu, tekanan dari teman sebaya, serta membangun kepercayaan diri.
- PKRS sebagai Strategi Pencegahan Perkawinan Usia Dini
Perkawinan usia dini sering kali dianggap solusi dari kehamilan tidak diinginkan, tekanan ekonomi, atau budaya patriarki yang menempatkan perempuan sebagai obyek perlindungan. Namun, pernikahan dini justru berpotensi merusak masa depan remaja, terutama perempuan. Mereka harus meninggalkan sekolah, kehilangan masa remajanya, dan menghadapi risiko kesehatan serius dalam kehamilan dan persalinan. Selain itu, mereka juga cenderung mengalami kekerasan dalam rumah tangga karena belum siap secara emosional dan mental.
PKRS memainkan peran penting dalam mencegah perkawinan usia dini dengan memberi remaja pemahaman yang menyeluruh mengenai implikasi dari keputusan tersebut. Melalui materi tentang hak anak, pentingnya pendidikan, serta nilai-nilai kesetaraan gender, remaja didorong untuk berpikir jangka panjang dan menunda pernikahan hingga mereka benar-benar siap. PKRS juga mengajarkan remaja tentang cara membangun relasi yang sehat dan asertif, serta meningkatkan kemampuan untuk berkata “tidak” terhadap tekanan sosial atau keluarga.
- Model Implementasi PKRS yang Efektif
Agar efektif, PKRS harus disampaikan dengan metode yang kontekstual, partisipatif, dan berbasis pengalaman hidup remaja. Beberapa strategi implementasi yang terbukti berhasil antara lain:
– Integrasi dalam kurikulum sekolah melalui mata pelajaran PJOK, BK, atau PPKn.
– Pelatihan guru dan fasilitator sebaya agar bisa menjadi sumber informasi yang akrab dan dipercaya.
– Kampanye digital dan media sosial yang ramah remaja, interaktif, dan berbasis cerita.
– Keterlibatan orang tua dan tokoh masyarakat untuk membangun dukungan sosial yang luas terhadap PKRS.
PENUTUP
Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) bukanlah sekadar materi tambahan dalam kurikulum, tetapi merupakan investasi jangka panjang dalam pembangunan karakter, kesehatan, dan masa depan generasi muda. Dengan memberikan pemahaman yang benar mengenai masa pubertas, PKRS membantu remaja menerima dan menghargai tubuh mereka, serta mengenali perubahan yang mereka alami sebagai bagian dari proses tumbuh kembang yang sehat.
Lebih dari itu, PKRS memiliki kekuatan sebagai alat transformasi sosial dalam mencegah perkawinan usia dini yang hingga kini masih menjadi persoalan serius di berbagai wilayah. Melalui pendidikan yang memberdayakan, remaja tidak hanya memahami dampak buruk dari menikah terlalu dini, tetapi juga belajar untuk merencanakan masa depan yang lebih baik, menyelesaikan pendidikan, dan mengembangkan potensi diri secara maksimal.
Keberhasilan PKRS sangat ditentukan oleh keterlibatan berbagai pihak—sekolah, keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Diperlukan komitmen untuk mendobrak stigma, meluruskan miskonsepsi, serta membuka ruang dialog yang sehat antara generasi muda dan orang dewasa. Dengan demikian, kita tidak hanya membangun generasi yang cerdas dan sehat, tetapi juga generasi yang mampu menentukan arah hidupnya secara sadar, bebas dari tekanan, dan penuh harapan.
DAFTAR PUSTAKA
- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). (2020). *Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja*. Jakarta: BKKBN.
- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (2022). *Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak*. Jakarta: KPPPA.
- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2021). *Panduan Implementasi Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas di Sekolah*. Jakarta: Kemendikbudristek.
- UNESCO. (2018). *International Technical Guidance on Sexuality Education: An Evidence-Informed Approach*. Paris: UNESCO Publishing.
- WHO. (2020). *Adolescent Health and Development: WHO Guidelines*. Geneva: World Health Organization.
- UNICEF. (2019). *Perkawinan Anak di Indonesia: Analisis Tren dan Intervensi*. Jakarta: UNICEF Indonesia.
- Puspitawati, H. (2016). *Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia*. Bogor: IPB Press.
- Hurlock, E. B. (2002). *Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan*. Jakarta: Erlangga.
- Suparno, P., & Widodo, J. (2020). Efektivitas Pendidikan Seksual terhadap Pemahaman Pubertas pada Remaja. *Jurnal Pendidikan Remaja*, 5(1), 45-56.
10. Sari, M. K. (2021). Pendidikan Kesehatan Reproduksi sebagai Strategi Pencegahan Pernikahan Dini. *Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan*, 15(2), 123-134.